All posts tagged: Syamsul Arifin

PLAYLIST ON, BAKAR MANYALA!

Apa yang akan kawan jumpai di dalam presentasi ini adalah jejak proses belajar kami berupa pethilan dari 13 proyek Akar Rimpang yang telah kami selenggarakan secara simultan mulai April 2022 di kampung halaman kami masing-masing.

Menatap Hubungan Kolaborasi dalam Pengembangan Wacana

Menatap Hubungan Kolaborasi dalam Pengembangan Wacana Catatan Dramaturgi Hari Ini Belajar Sejarah Bertolak dari Tubuh yang Ekstrem dan Jalur Evakuasi Saya ingin memulai tatapan hubungan kolaborasi ini dari tubuh diri sendiri yang mengalami keekstreman; hal yang keterlaluan; ekstremitas; kefanatikan, kalau saya boleh menyebutnya. Apa yang dimaksud keekstreman itu dalam konteks diri, terus apa kaitannya dengan terbatas, dan apakah beririsan antara ekstrem dengan terbatas, atau bagaimana irisannya dengan gagal? Gagal dan terbatas, sepengetahuan saya, berada di wilayah ekstrem tersebut; mencakup di antaranya. Saya memilih pekerjaan dramaturg—seseorang yang diberikan peran penuh dalam medan artistik kerja sutradara/seniman yang saya sebut pada catatan ini sebagai informan dalam atau eksekutor karya. Khususnya informan dalam di Sampang—untuk mendampingi proses latihan dalam menemukan metode praktik kerja yang tidak terbaca dari sudut pandang teoretis, gaya pengkaryaan, hingga visualnya, dan memberikan argumentasi secara ketat serta temuan-temuannya, sebagiannya memiliki kuasa artistik. Keekstreman lainnya, mereka dapat dilihat tidak mengetahui ekosistemnya apa, datangnya dari mana, kenapa asal-usulnya, dan untuk apa ekosistem itu dibangun, serta bagaimana cara membangunnya. Saya, sejujurnya, cukup terkejut ketika diajak Syamsul Arifin, inisiator Tanglok Art …

“Hari Ini Belajar Sejarah” – teks performance lecture Syamsul Arifin

Masyarakat pesisir memiliki perangai yang keras/pemberani/tangguh, kreatif, bertindak cepat, adaptif, peka terhadap situasi sekitarnya. Sebagaimana orientasi hidup masyarakat pesisir pada umumnya bergantung pada situasi laut yang berubah-ubah. Demikianlah laut ikut andil menjadi bagian dari sejarah (karakter) masyarakat pesisir yang tidak dapat kita lepaskan sebagai bagian dari sejarah hidup sekaligus kebudayaannya. Etos kerja “ambantal omba’ asapok angen” (‘berbantal ombak, berselimut angin’) menjadi bukti bagaimana kemudian berbagai aspek dari kehidupan sosial-budaya menjadi instrumen atas sejarah tubuh masyarakat pesisir.