All posts tagged: Jessica Ayudya Lesmana

Kita gagal mencium bau busuk dalam layar dan berhasilkah kita menciumnya dalam kenyataan sosial

Cerpen berjudul “Bau Busuk” karya Eka Kurniawan menawarkan pengalaman penubuhan yang menarik karena cerpen sepanjang dua ribuan kata itu ditulis hanya dengan satu titik di bagian akhir tulisan, memaksa kita untuk membacanya tanpa henti, yang jeda singkatnya hanya ditawarkan banyak koma di sepanjang tulisan dan karena tak bertitik maka ia juga tak berparagraf, oleh karena itu saat membaca, kita akan tersengal-sengal, mencari cara menarik nafas di sela rangkaian kalimat tak berujung yang menceritakan bau busuk di seantero penjuru kota, bernama Halimunda.

We fail to smell the rotten stench on the screen and can we smell it in social realities

The short story entitled “Rotten Stench” by Eka Kurniawan presents an interesting bodily experience as there is only one full stop at the end of the two-thousand-word story, forcing us to read it non-stop, where throughout the story short pauses are only made available by commas, and since there is no full stop in between, it has no paragraphs either, thus, when we read the story, we will gasp for air, looking for escapes to catch our breath in between the endless sequence of sentence that tells the story of a rotten stench that entirely engulfed a city named Halimunda.

Situs Metaforis 01: “LAHAN”

Fokus sub-kuratorial dalam situs metaforis ini mendorong eksplorasi konseptual tentang hubungan antara gender dan lahan. Dengan melihat aspek sosial dan politik lahan, baik dalam wujud fisik maupun kedudukan konseptualnya, para seniman mencoba meraih semacam refleksi puitis atas faktor-faktor kerentanan ruang, manusia, dan waktu, sekaligus berupaya mempersepsikan pemahaman terhadap ketiga fenomena tersebut melalui penyajian suatu narasi yang memanfaatkan modus dan bentuk seni performans.

Membingkai Ingatan, Lipatan Waktu, dan Praktik yang Menubuh sebagai Arsip

Dari sudut pandang internal tim Cemeti, sebARSIP yang diinisiasi oleh Manshur Zikri ( Kurator-Manajer Artistik Cemeti) bekerja sebagai provokasi bagi tiap-tiap individu tim Cemeti untuk membentuk kebiasaan kritis dalam mempelajari sejarah ruang yang kami kelola beserta konteks sosial politiknya melalui arsip. Hal ini sejalan dengan semangat kami untuk menjadikan Cemeti bukan sekedar tempat kerja tetapi ruang tumbuh bersama. Di dalam dinamika kerja Cemeti yang tak tampak dari luar, tantangan utama adalah bagaimana individu-individu yang menjadi organ tubuh organisasi ini tidak sekedar berfungsi mekanik layaknya mesin manajerial kesenian. Namun, masing-masing dari kami harus sepenuhnya menyadari apa yang tengah kami kerjakan baik ditingkat praksis maupun konseptual, memahami di wilayah wacana macam apa kerja perngorganisasian ini beroperasi, dan tujuan apa yang tengah kita perjuangkan bersama. Dengan membongkar dan membaca kembali arsip kegiatan Cemeti, kami dapat menapaki pemahaman atas pergulatan masa lampau; belajar dari kesuksesan, tantangan, kegagalan; serta mengelaborasi pengetahuan dari arsip tersebut untuk memperkuat strategi praktik kerja kuratorial dan tata kelola saat ini dan di masa depan.