NEW Suvi Wahyudianto Artworks

SUVI WAHYUDIANTO (Bangkalan, Madura, 28 April 1992) adalah seniman muda asal Madura yang kini tinggal dan berkarya di Yogyakarta. Setelah meraih gelarS1 dari Juruan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya pada tahun 2017, Suvi kemudian mendapatkan penghargaan UOB Painting of The Year 2018 ditingkat nasional (Indonesia) dan internasional (Asia Tenggara) untuk karyanya yang berjudul Angs’t, sebuah karya mixed media yang secara abstrak mengartikulasikan konsep empati dalam rangka menanggapi pengalaman personal dan ingatan kolektif tentang konflik sosial.

Praktik artistic Suvi mencakup upaya penjelajahan bahasa visual melalui pendekatan puitik untuk meluaskan kemungkinan interpretasi atas peristiwa-peristiwa tragis yang berkaitan dengan ketegangan sosial-budaya pada masa lalu dan hari ini, juga mengurai isu-isu terkait politik identitas. Melalui kajian tekstual dan studi sejarah bersifat partisipatoris, serta elaborasi pendekatan autoetnografi ke dalam ranah seni rupa, Suvi focus menciptakan karya yang berusaha mengungkai narasi baru sebagai tandingan terhadap narasi-narasi arus utama, dalam upayanya mendekonstruksi wacana konflik kekerasan yang selama ini bergulir di masyarakat, serta mendorong gagasan rekonsiliasi dan peningkatan kesadaran empatik pasca konflik. Penjelajahan puitik tersebut kerap ia terjemahkan ke dalam berbagai teknik penciptaan dan pengolahan medium, dengan beragam hasil mulai dari lukisan, instalasi objek, hingga karya-karya berbasis teks. Salah satu karya terbarunya, Catatan Hari Berkabung, dan Satu Mata Sapi yang Menyedihkan (2019), dibuat berdasarkan hasil penelitiannya saat menjalani program residensi Rimpang X Kelana di Kalimantan Barat. Dipresentasikan di Jogja National Museum untuk acara Biennale Jogja XV– Equator #5, 2019, karya tersebut membingkai sejumlah narasi yang ia kumpulkan selama berinteraksi dengan warga di Pontianak, Singkawang, Sintang, dan Sambas; karya ini menyajikan suatu pembacaan kritis terhadap peta memori kolektif yang masih hidup antar generasi, sehubungan dengan pengalaman kekerasan yang pernah terjadi di kota-kota tersebut.

Suvi Wahyudianto telah terlibat dalam berbagai acara kesenian bertaraf nasional dan internasional, antara lain Biennale Jatim ke-7 –“WorldIs A Hoax” (Galeri Prabangkara, Taman Budaya JawaTimur, 2017),UOB Painting of The Year (UOB Art Gallery, Singapura, 2018),BA[KER]TAS – “Pameran Lima Perupa Muda Pilihan Ugo Untoro” (galeri kertas Studio Hanafi, Depok, Mei 2018), Manifesto 6.0 – “Multipolar: Seni Rupa Setelah 20 Tahun Reformasi” (Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Mei 2018),Biennale Jateng II–“TheFuture of History” (Kota Lama Semarang, Semarang, Oktober2018), Pameran Besar Seni Rupa ke-6 –“Panji: Penguat Karakter Bangsa” (Kota Batu, JawaTimur, Oktober2018), Indonesian Contemporary Art and Design (ICAD) X: “Factor X” (grandkemang Hotel, Jakarta, 2019), dan Biennale Jogja XV: EQUATOR #5 Indonesia bersama Asia Tenggara: “Do We Play at the Same Playground”(Jogja National Museum, Yogyakarta, 2019). Ia juga telah menyelenggarakan pameran tunggal, antara lain berjudul “Homo Sapirin” (C2O Gallery, Surabaya, 2016; dikurasi oleh Ayos Purwoaji) dan“ONGGHA” (REDBASE Foundation, Yogyakarta, 2017).

SUVI WAHYUDIANTO (Bangkalan, Madura, 28 April 1992) is a young artist from Madura who now lives and works in Yogyakarta. After earning a bachelor’s degree from the Department of Visual Arts, Faculty of Language and Art, Surabaya State University in 2017, Suvi later won the UOB Painting of the Year 2018 award at the national (Indonesian) and international (Southeast Asian) level for his work entitled Angs’t , a mixed media work that abstractly articulates the concept of empathy in order to respond to personal experiences and collective memories of social conflict.

Suvi’s artistic practice includes exploring visual language through poetic approaches to broaden the possibility of interpretations of tragic events related to socio-cultural tensions in the past and today, as well as parsing issues related to identity politics. Through textual studies and participatory historical studies, as well as the elaboration of the autoethnographic approach into the art, Suvi’s focus creates works that seek to uncover new narratives as a counterpoint to mainstream narratives, in their efforts to deconstruct the discourse of violent conflict that has been happening in society, and encouraging ideas of reconciliation and raising empathic awareness in post-conflict situations. The poetic exploration is often translated into various techniques of creating and processing the medium, with a variety of results ranging from painting, installation of objects, to text-based works. One of his most recent work, Catatan Hari Berkabung, dan Satu Mata Sapi yang Menyedihkan (2019), was made based on the results of his research while undergoing the Rimpang X Kelana residency program in West Kalimantan. Presented at the Jogja National Museum for the Biennale Jogja XV – Equator # 5, 2019, the work frames a number of narratives that he collected while interacting with residents in Pontianak, Singkawang, Sintang, and Sambas; this work presents a critical reading of maps of collective memory that still exist between generations, in connection with experiences of violence that have occurred in these cities.

Suvi Wahyudianto has been involved in various national and international art events, including the 7th Biennale Jawa Timur – “Worlds A Hoax” (Prabangkara Gallery, Taman Budaya Jawa Timur, 2017), UOB Painting of the Year (UOB Art Gallery, Singapore, 2018), BA[KER]TAS – “Exhibition of Five Young Artists Selected by Ugo Untoro” (Galeri Kertas Studio Hanafi, Depok, May 2018), Manifesto 6.0 – “Multipolar: Visual Art after 20 Years of Reform” (National Gallery of Indonesia, Jakarta, May 2018), Biennale Jawa Tengah II – “The Future of History” (Kota Lama Semarang, Semarang, October 2018), Pameran Besar Seni Rupe ke – 6 – “Panji: Penguat Karakter Bangsa” (Kota Batu, Jawa Timur, October 2018), Indonesian Contemporary Art and Design (ICAD) X: “Factor X” (grandkemang Hotel, Jakarta, 2019), and the Jogja Biennale XV: EQUATOR # 5 Indonesia with Southeast Asia: “Do We Play at the Same Playground” (Jogja National Museum, Yogyakarta, 2019) . He has also held solo exhibitions, including “Homo Sapirin” (C2O Gallery, Surabaya, 2016; curated by Ayos Purwoaji) and “ONGGHA” ​​(REDBASE Foundation, Yogyakarta, 2017).


“Amsal 9”
Cat air pada kertas
Watercolour on paper
28,5 x 41 cm
43 x 55,5 cm (framed)
2018

“Amsal 11”
Cat air pada kertas
Watercolour on paper
14 x 20,5 cm
40 x 32,5 cm (framed)
2018

“Amsal 12”
Cat air pada kertas
Watercolour on paper
13,5 x 22 cm
40 x 32,5 cm (framed)
2018