Berikut adalah gambar hasil pindaian sejumlah arsip undangan-undangan acara/peristiwa kesenian yang dikirimkan ke Cemeti di kisaran tahun 98.
“Undangan ini dicetak pada satu bidang karton dengan dimensi 15 x 15 cm. …
…seolah-olah ada hasrat untuk menunjukkan praktik medium si seniman, dalam hal ini sebagai pegrafis, lewat usaha mereka mencetak undangan pada masa itu. Bagaimana praktik cetak-mencetak ini dilakukan apabila tatanan eksistensi realitas fisik pada medium berkesenian telah dilampaui oleh eksistensi realitas media dan super-power teknologi?”
– Ika Nurcahyani, “Undangan 98”, para 11.
Pada undangan Pameran “Bersama” ruangrupa, “Meskipun memang bukan salah satu undangan yang dipublikasikan tahun 1998,…


…pola revisi yang masih menjadi praktik wajar sampai sekarang dalam pembuatan undangan fisik: usaha memperbaiki kesalahan pada teks undangan dengan cara menempelkan kertas label yang dicetak ulang.
Pada pengamatan arsip fisik, nilai sejarah dari sebuah kesalahan masih terlacak dan justru memunculkan nilai baru yang berlapis melalui medium kertas yang memiliki ketebalan dan bisa diakses dengan rabaan jari tangan, atau sentuhan. Pada giat mengundang dalam dunia digital, sejarah kesalahan hanya bisa dilacak melalui histori akun kita sendiri, kita memiliki kuasa untuk menghapus kesalahan secara bersih, paling tidak menurut kita sendiri. Lantas, saya membayangkan, bagaimana kiranya kerja pengarsipan beberapa tahun kedepan saat semua arsip berbentuk digital? Sedangkan saat ini, kita sudah mulai mengamini bahwa praktik pengarsipan bisa juga dilakukan dengan mempublikasikannya lewat media sosial.”
– Ika Nurcahyani, “Undangan 98“, para. 12.
“…pola lipatan tiga sisi. Gagasan metaforik tentang logika jendela yang tidak secara langsung menyajikan “isi” di dalam satu rumah. Proses membuka arsip undangan dengan pola lipatan ini satu per satu,…”
– Ika Nurcahyani, “Undangan 98”, para. 16
“…beberapa undangan yang dikunci dengan lelehan lilin, menggugah asumsi saya tentang kecenderungan pertahanan atau usaha untuk melindungi “isi”. Proses ini membentuk keterhubungan antara saya ‘yang mengalami arsip’ dengan ‘realitas fisik arsip’. Berbagai abstraksi yang muncul di kepala saya saat mengaksesnya lewat sentuhan, memunculkan daya tarik-menarik yang membentuk relasi saya dengan arsip yang saya pegang. Fisik dari “arsip terdesain” terkadang juga berhasil mengintervensi kuasa saya sebagai ‘yang mengalami arsip’. Intervensi semacam ini tidak mudah saya dapatkan saat mengakses undangan digital; justru saya merasa menjadi pemain besar dengan kuasa penuh untuk melewatkan undangan yang tidak mencolok mata saya secara visual melalui aktivitas scrolling layar smartphone.”
– Ika Nurcahyani, “Undangan 98”, para. 16
“…perekat lipatan antar halaman, saya maknai sebagai segel yang belum terbuka. Keperawanan arsip yang belum terjamah, membuai saya dan membuat saya tidak tega untuk membuka segel tersebut, meski saya butuh untuk mengetahui teks di dalamnya. Gestur responsif yang saya lakukan, adalah membuka lipatan tersebut dari bagian atas untuk mengintip teks dalam undangan. Gestur ini pula yang tampaknya tidak saya dapatkan saat melihat arsip undangan digital. Bentuk fisik arsip itu sendiri memberi peluang-peluang hadirnya relasi rasa dan pengalaman menyentuh yang eksploratif.”
Ika Nurcahyani, “Undangan 98”, para. 14