"Pengantar Proyek", Akar Rimpang, Teater Bunyi
Leave a Comment

Teater Bunyi

Daftar Isi

Pengantar | Rangkaian Kegiatan | Presentasi Publik | Diskusi Publik


Teater Bunyi

Inisiator:
Remzky F. Nikijuluw

Kolaborator (Narasumber/Partisipan Lokakarya Senam Kreatif):
Ayu Permata Sari (Koreografer, Lampung), Chalvin Papilaya (Aktor Teater, Ambon), Dana Gembrot (Musisi, Aceh), dan Syahidin Ali Pamungkas (Aktor Teater, Yogyakarta)

Lokasi Riset:
Di beberapa lokasi, dilakukan dengan melakukan pertukaran informasi dan pengalaman antarkota, yaitu Ambon, Lampung, Aceh, dan Yogyakarta

Lokasi Presentasi:
Talake, Jl. Baru, Batu Merah, dan Poka, Ambon (luring), dan presentasi daring di laman media sosial @teater_bunyi atau platform online lainnya.


Latar Belakang Gagasan

Ambon, pulau kecil dikelilingi deretan rumah di tepi pantai, deburan ombak, pasir, dan batu karang turut larut dalam kesepian karena ketidakhadiran manusia untuk mengisi ruang-ruang itu.

Era perkembangan zaman saat ini membuat manusia terperangkap dalam dunianya sendiri melalui tren gaya hidup (gaul). Ramai kafe, resto, dan tempat nongkrong baru atau hits bermunculan sebagai ruang-ruang baru yang tanpa disadari membuat manusia kemudian kehilangan hangatnya ruang domestik seperti rumah.

Rumah, dengan berbagai macam ruang dan interaksi di dalamnya, dapat membuat rindu. Namun, ketika pulang kembali ke rumah,  kita tidak sebenar-benarnya berada di dalam rumah melainkan berlama-lama di jagat maya. Smartphone yang kita genggam setiap hari menyediakan ruang maya yang kita huni layaknya kamar atau bahkan rumah. Ruang maya itu menjadi kamar dan atau rumah karena kita selalu pulang ke sana dan merasa nyaman melakukan apa saja di sana. Rumah fisik kemudian nyaris tergantikan oleh rumah maya. Sehingga, dapat kita temui orang-orang secara tidak sadar mulai meninggalkan ruang-ruang interaksi sosial (fisik) yang mengakibatkan hilangnya fungsi ruang gerak manusia itu sendiri di ruang domestik (fisik) rumah. 

Berangkat dari perenungan tentang pengalaman keruangan yang berlapis tersebut, Remzky tergerak untuk menyusun proyek seni “Teater Bunyi” dalam rangka menyusuri kilas balik memori tubuh di dalam ruang, merespon ruang gerak manusia yang paling intim, yakni rumah, dan mencungkil isi kepala dari mabuknya kesadaran. 

Deskripsi Kegiatan

Pertunjukan “Teater Bunyi” ini dibagi dalam empat babak, masing-masing babak akan meraung, kemudian mengantar ingatan pada ruang-ruang yang kini mulai terkikis fungsinya. Empat ruang domestik sekaligus hal-hal yang pelik di dalamnya yang disusuri adalah: ruang tamu, ruang makan, kamar tidur dan dapur.

Proyek ini melakukan kolaborasi, pertukaran bunyi (menggunakan pendekatan: residensi daring), penyusunan skenario adegan bunyi, presentasi luring di Ambon, dan presentasi daring di pelantar media sosial yang akan dikelola oleh Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat, tim Teater Bunyi, dan jaringan Rimpang Nusantara.

Untuk merealisasikan ide artistiknya, proyek Teater Bunyi melakukan dua tahap proses penciptaan.

Tahap pertama: “Pertukaran Bunyi”.

Pertukaran bunyi ini dilakukan selama 7 hari antara Remzky dan empat seniman kolaborator lintas disiplin dan wilayah melalui media komunikasi WhatsApp. Tiap-tiap orang dalam proses ini akan melakukan pertukaran dengan merespon empat ruang yang ditawarkan oleh Remzky secara bebas. Hal ini dilakukan sebagai upaya eksperimen untuk memperkaya pemaknaan (konteks kultural dan domestik masing-masing partisipan kolaborator beserta lokasinya: Lampung, Aceh, Ambon, dan Yogyakarta) dan juga untuk melihat pergeseran makna dan fungsi dari keempat ruang tersebut.

Tujuan dari tahapan ini ialah menjelajahi “ruang” atau “pengalaman keruangan” lain, dengan maksud untuk mencari dan menandai pengalaman ruang yang lebih subtil dan mungkin belum bernama melalui pengalaman mendengar dan dimensi bunyi.

Di dalam grup WhatsApp Teater Bunyi, para partisipan proyek ini melakukan suatu aturan main. Oleh karena penjelajahan ruang ini dilakukan melalui pengalaman bunyi, percakapan yang terjadi di dalam WhatsApp group diusahakan tidak menyertakan gambar, melainkan hanya 1) rekaman suara (atau bebunyian) dari pengalaman ruang yang telah disepakati bersama; minimal dua rekaman bunyi setiap hari; 2) pesan tertulis; dan 3) pesan suara.

Tahap Kedua: Pengolahan Material Bunyi

Remzky mengolah material rekaman bunyi yang telah terkumpul menjadi “skenario bunyi” yang akan mengisi tiap-tiap adegan berdasarkan ruang-ruang yang sudah ditentukan. Para seniman kolaborator diundang kembali untuk menyimak hasil olahan bunyi tersebut dan memberikan tanggapan dan atau saran kepada Remzky sebagai seniman inisiator untuk mematangkan hasil olahan bunyi yang dipresentasikan.

Output Proyek

Output dari Proyek Teater Bunyi, terbagi ke dalam beberapa kategori, antara lain:

  1. Skenario bunyi yang dikompos oleh Remzky (sebanyak empat karya; rekaman bunyi di dalam ruang domestik, yaitu dapur, ruang makan, ruang tamu, dan kamar tidur). Karya ini disajikan sebagai Persembahan I. Selanjutnya, ada beberapa komposisi berdasarkan material bunyi dari masing-masing partisipan yang mengikuti residensi bunyi (total ada 5 karya bunyi; rekaman bunyi di luar rumah). Kumpulan karya bunyi ini disajikan sebagai Persembahan II, berupa rekaman-rekaman di masing-masing lokasi (Ambon, Aceh, Lampung, dan Yogyakarta) yang diolah oleh masing-masing kolaborator. Persembahan I dan Persembahan II dipresentasikan secara luring di Ambon.
  2. Kemudian, ada kegiatan Tur Bunyi, yang di dalamnya karya-karya bunyi para partisipan dipresentasikan di beberapa titik lokasi di Ambon, yaitu di Talake, Jl. Baru, Batu Merah, dan Poka.
  3. Karya bunyi “estafet” di mana setiap partisipan melakukan interpretasi terhadap satu material bunyi ke dalam beragam bentuk sajian, dan hasil interpretasi tersebut digilir ke setiap partisipan untuk melanjutkan interpretasinya. Dengan kata lain, nantinya akan ada beberapa keluaran karya bunyi berdasarkan guliran material tersebut. Ooutput ketiga ini akan dipresentasikan daring.

Kembali ke Daftar Isi


RANGKAIAN KEGIATAN

Riset Bebunyian dan Produksi Teater Bunyi

Dalam rangka proyek seni Teater Bunyi, Remzky F. Nikijuluw menjelajahi berbagai ruang di sejumlah titik lokasi di kota Ambon dan merekam suara-suara yang ada di sana.

Teater Bunyi: Ruang Domestik

Berjumpa dengan bunyi, ruang, waktu, tubuh, dan kenangan. Dari ruang ke ruang, dari waktu ke waktu, aku merasakan tubuhku mabuk dalam kesadaran. Kondisi mabuk membawa kesadaranku pada kehangatan yang lamat-lamat kian membeku. Kehangatan itu ialah ruang.

Diskusi Publik “Teater Bunyi”

Diskusi Publik tentang proyek “Teater Bunyi” khusus diadakan untuk mendengarkan proses pengerjaan proyek dari para seniman, serta tanggapan dari audiens yang telah menyimak karya-karya dari proyek Teater Bunyi.

Kembali ke Daftar Isi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.