"Kabar Proyek", Akar Rimpang, Food Study: Mini Lab & Forum
Leave a Comment

Cikaramat: Catatan Lapangan Food Study (Bag. 03)

Rabu, 23 Maret 2022
Meninjau Mata Air Cikaramat

Tim bersiap untuk berjalan berkeliling ke wilayah di sekitar Bumi Bagja dan Taman Hutan Nasional Gede-Pangrango. Tujuan utama perjalanan kali ini adalah Cikaramat, seperti saran dari Popo di hari sebelumnya. Abah mengajak semua anggota tim untuk mencicipi aneka tanaman liar yang bisa dijadikan bahan makanan di sepanjang perjalanan. 

Berjalan-jalan ke Cikaramat. (Foto: LabPangan).

Sejak pagi, tim juga kedatangan Rhea dari Goodbelly dan Ian yang sejak kemarin telah diajak oleh Haris dan Ferial untuk ikut perjalanan keliling di hari ini. Keduanya telah tiba dari Bandung dan standby di Bumi Bagja sejak pagi. Setelah semua anggota tim LabPangan siap untuk berangkat, Rhea dan Ian ikut bersama tim untuk memulai perjalanan. Abah Isep mempromosikan tujuan perjalanan kali ini ke mata air Cikaramat kepada Tsara dan Widi. Keduanya bersemangat saat diceritakan khasiat air tersebut untuk menjaga kulit agar awet muda.

Tim mengawali perjalanan dengan berjalan kaki menuju pintu Taman Hutan Nasional Gede-Pangrango. Setelah mendaki melewati jalanan aspal hingga pintu gerbang Taman Hutan, tim berbelok ke arah kiri, menuju Tanakita five star camping ground. Abah Isep memperlihatkan area perkemahan dan infrastruktur bangunan penunjangnya lalu berbelok melipir ke jalur terowongan di bawah bangunan yang berujung pada sebuah jalur setapak melintasi hutan. Uniknya, meski masuk melewati gerbang Taman Hutan Nasional, Tanakita berada di luar area Taman Hutan Nasional dan dimiliki sepenuhnya oleh pihak swasta. Abah Isep juga termasuk sekumpulan orang yang bersama-sama menginisiasi Tanakita.

Penunjuk jalan menuju Tanakita. (Foto: LabPangan)

Jalur setapak yang melintasi hutan berujung pada lembah padang rumput terbuka dengan curahan sinar matahari. Setelah menuruni lembah, tim diajak oleh Abah untuk mengenal sejumlah tanaman liar bahan pangan yang berada di padang rumput, seperti rhemason dan walang. Tak lama kemudian, tim tiba di sebuah bukit dan disambut oleh gonggongan dua ekor anjing, Moka dan Oreo, penanda telah tiba di wilayah Rumah Merah. Bangunan ini difungsikan sebagai penginapan dan dapur serta area ruang makan. Sisi samping bangunan ditumbuhi oleh semak arbei dan kecombrang yang siap dipetik untuk diolah.

Moka mengikuti perjalanan LabPangan menelusuri Cikaramat. (Foto: LabPangan)

Setelah bersantai di kawasan Rumah Merah, tim beranjak untuk melanjutkan perjalanan, diikuti oleh Moka. Tim keluar dari kawasan rerimbunan hutan dan mulai memasuki hunian warga di tengah area perkebunan. Tim disambut oleh barisan menara kolecer yang menjulang tinggi, menyuarakan irama tempo laju angin mendung. Abah Isep sedikit menjelaskan tentang fungsi kolecer tersebut; bagaimana jika semua kolecer bersuara kencang dan nyaring maka warga akan langsung shalat di bawahnya untuk berdoa meminta perlindungan dari bencana badai. Gerimis pun mulai turun mengiringi laju perjalanan.

Tak lama setelah melintasi satu-dua area perkebunan, tim menyempatkan diri untuk menjenguk Ade Darmawan beserta istri, Syugar yang sedang menjalankan isolasi mandiri. Tim senantiasa menggunakan masker dan menjaga jarak dari keduanya, sambil berramah-tamah. Ade menunjukkan ladang kebunnya di kejauhan dan menawarkan cabai dan dedaunan yang tumbuh di halaman rumahnya. Setelah disuguhi minuman dan obrolan hangat oleh Ade dan Syugar, gerimis pun berhenti. Tim dipandu Abah Isep lalu melanjutkan perjalanan. Tim sempat singgah di sebuah peternakan kecil berisi kandang-kandang kosong untuk ayam pelung. Sayangnya, tidak terdengar kokokkan panjang yang khas dari peternakan ini.

Kebun milik Ade Darmawan. (Foto: LabPangan)

Selepas area perkebunan, jalur perjalanan mulai menurun setelah belokan ke kanan. Tim mulai menjauh dari bentang perkebunan di bukit-bukit dan bergeser ke lembah sawah-sawah dan terasering. Jalanan batu dan kerikil sedikit demi sedikit mulai tergantikan dengan rumput dan tanah lumpur yang basah, khas daerah Cikaramat. Lebar jalur jalanan semakin mengecil dan tanpa disadari berubah menjadi jalur-jalur pematang sawah. Akhirnya, tim beristirahat di sebuah saung di tengah sawah untuk menikmati makan siang nasi dari beras merah, aneka sayur-mayur, dan tanaman liar, serta ikan teri jengkol.

Foto: LabPangan

Selain makan nasi di saung, tim juga disuguhi kopi dan pisang dempet. Pisang ini memiliki bentuk dan rasa yang unik; ada aroma yang mendekati nangka dan lengkeng disertai tekstur yang lebih renyah. Tsara, Widi, dan Ian tidak sengaja menemukan kutu kayu berukuran besar yang belum pernah mereka lihat, bahkan di kawasan taman hutan raya Juanda. Setelah selesai beristirahat, tim melanjutkan perjalanan menuju mata air.

Tanah tempat berpijak semakin melunak sehingga tim harus lebih berhati-hati dalam memilih langkah. Tak jarang anggota tim yang tergelincir, terperosok dan hilang keseimbangan saat melintasi pematang sawah. Untungnya tidak ada yang terluka dalam perjalanan.

Begitu tim tiba di sekitar mata air, Abah Isep langsung menunjukkan sejumlah tanaman yang tumbuh dengan liar. Abah memetik genjer, selada air, kangkung air, lompong, ke tek sun (rebung cina), dan tanaman mint liar yang rasanya mirip permen mentos. Fajar dan Haris langsung terjun ke kolam air dan ikut memetik tanaman bersama Abah Isep. Tsara dan Widi mengumpulkan air ke botol setelah keduanya merekam aksi mencuci muka di pancuran mata air. Setelah tim selesai mengumpulkan makanan, tim memulai perjalanan kembali menuju Bumi Bagja. Tim harus menelusuri jalur pulang yang mendaki diikuti oleh moka yang ikut dari Rumah Merah.

Tim beristirahat di sebuah warung setelah melewati tanjakan panjang. Sebagian tim yang kelelahan memilih untuk naik angkot dan tidak sanggup lagi untuk berjalan kaki pulang. Cuaca kembali mendung dan mulai turun hujan sehingga Abah Isep kemudian menghubungi angkot sewaan untuk kembali ke Bumi Bagja.

Pulang ke Bumi Bagja dengan menaiki angkot. (Foto: LabPangan)

Awalnya, mobil angkot langsung berangkat setelah seluruh tim naik, namun ketika Moka terus mengejar mobil, Abah Isep memutuskan untuk juga membawa Moka ke dalam mobil.

Mendata tanaman. (Foto: LabPangan)

Tim sampai di Bumi Bagja mendekati waktu maghrib dan langsung mendata tanaman yang berhasil dikumpulkan di sepanjang perjalanan. Ketika matahari sudah mulai tenggelam Ferial dan Rhea sibuk memfoto dan mencatat tanaman di atas tikar, di bantu alat penerangan yang dibawa dari Bandung.

Ketika hari semakin malam, Rhea dan Ian pamit karena tidak bisa menginap meski ingin terlibat lebih lama. Setelah makan malam dan obrolan santai sambil menunggu hujan reda, Rhea dan Ian berpisah dengan tim LabPangan. *


Kabar Lainnya tentang Proyek Food Study: Mini Lab & Forum

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.