Daftar Isi
DAFTAR ISI
Pernyataan Kuratorial | Deskripsi Karya & Biografi Seniman | Dokumentasi |

Afirmasi Krisis: membahasakan yang mustahil
Seniman:
Bawahskor
Extended.Asia
Fajar Yulianto
Jayu Juli
Kamartkost.CH
Yahya DK
Presentasi Khusus:
Proyek GEM (Gagasan Estafet Mustahil)
Kurator:
Manshur Zikri
30 Oktober – 30 November 2021
Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat
Teks Pengantar
Afirmasi Krisis memamerkan karya tujuh seniman yang diundang untuk merespon tema “Mustahil”, menawarkan pendekatan, medium, dan teknik yang beragam. Bentuk karya yang ditampilkan, antara lain lukisan, cetak, kolase, objek, rekaman audio, fotografi, video, pemetaan visual, olahan arsip, dan performans.
Kuratorial “Afirmasi Krisis” mencoba merangsang nalar Nietzschean untuk memikirkan kembali berbagai jenis krisis yang dihadapi manusia. Ini tentang bagaimana menyerukan “Ya!” (Ja Sagen) kepada hal-hal yang dihadapi, dengan segala kondisinya, untuk menegaskan bukan hanya diri kita sendiri tetapi juga segala kehidupan. Afirmasi adalah pengakuan yang bisa metaforis, harfiah, maupun faktual.
Konsep afirmasi juga menjadi landasan untuk memahami karya yang dikurasi. Para seniman dalam pameran ini mempunyai gelagat artistik yang menggemakan penegasan yang riang terhadap lingkungan dan kondisi sosialnya. Praktik mereka membawa perspektif yang melihat dunia tanpa keburukan, kebenaran, dan asal-muasal. Sikap kreatif mereka bukan menegasi melainkan “merayakan” krisis untuk menawarkan sebuah interpretasi dan partisipasi aktif a la Derridean.
Pameran ini adalah presentasi final dari Proyek Mustahil yang dijalankan oleh CEMETI sejak Juni 2020. Dicetuskan seolah sebagai respon terhadap pandemi, perspektif proyek ini berkembang dan mempelajari isu tentang krisis secara lebih luas dan beragam. Di dalam sebuah krisis, ada hal-hal yang mustahil dilakukan. Membingkai fakta itu, Proyek Mustahil mencoba memahami, merangkul, dan memakai “mustahil” sebagai sebuah konsep dan modus berbahasa, dan mendorong eksperimen-eksperimen artistik untuk membicarakannya.
Afirmasi Krisis juga memamerkan objek yang jadi bagian dari eksperimen “Gagasan Estafet Mustahil” yang difasilitasi oleh CEMETI selama realisasi Proyek Mustahil. Eksperimen ini telah melibatkan puluhan pegiat dan pecinta seni ke dalam sebuah proses komunikasi dan kolaborasi visual dengan mediasi buku catatan.
Manshur Zikri
Kurator
Pembukaan
Sabtu, 30 Oktober 2021 | 18:30 – 20:00 WIB
*Terbatas untuk 35 orang melalui registrasi.
Kunjungan Harian
2 – 30 November 2021
Selasa – Sabtu | 11:00 – 16:30 WIB
4 sesi per hari | Terbatas untuk 10 orang per sesi melalui registrasi
Biografi Seniman
Deskripsi Karya dan Biografi Seniman

MUSEUM OF LASKAR MATARAM
Bawah Skor Mandala
2021
Arsip (berkas surat, kliping koran, dll.), video, dan benda-benda memorabilia
Dimensi bervariasi
Durasi video bervariasi
“Museum of Laskar Mataram” adalah spekulasi, tetapi arsip dan benda-benda yang ada di dalam museum ini mengandung kebenaran aktualnya yang spesifik. Sebagai sebuah spekulasi, museum ini bisa dibilang adalah museum tentang museum. Bawah Skor Mandala meletakkan cita-cita ideal tentang tradisi pengarsipan isu sepakbola lokal melalui sudut pandang vernakular sebagai pemicu untuk meluaskan penjelajahan kreatif yang lintas disiplin. Berangkat dari kebutuhannya untuk merekam, mendokumentasikan, dan menginterpretasi temuan-temuan bersifat arsip, kelompok ini sampai pada eksperimen artistik yang memiliki tempatnya di ranah kesenian. Dalam konteks “Museum of Laskar Mataram”, riset bukan bertujuan mendapatkan keakuratan, tetapi menjadi cara untuk bisa membangun narasi yang berpihak pada kepentingan subjek-subjek yang terlibat aktif di dalam fenomena isu. Idealisasi museum barangkali bukanlah kemustahilan, tapi kenyataannya di dalam konteks masyarakat kita, dan fakta tentang krisis infrastruktur negara, dia nyaris sulit dibayangkan dan direalisasikan. Museum ini adalah penegas, pengakuan, tapi kritik sekaligus harapan, terhadap situasi-situasi yang masih menghambat perkembangan wacana sepak bola di negeri kita.
Detil Karya:







Tentang Bawah Skor Mandala



Bawah Skor Mandala (atau biasa disebut Bawahskor saja; digawangi oleh Benardi Iriawan dan Dimaz Maulana) adalah perkumpulan pecinta sepak bola di Yogyakarta. Didirikan tahun 2010 sebagai kelompok pecinta PSIM berbasis literasi, kolektif ini telah melakukan kajian sejarah tentang sepak bola secara umum, baik di lingkup Daerah Istimewa Yogyakarta maupun lingkup nasional, sejak 2013. Mereka mengumpulkan arsip melalui kegiatan kliping digital dan wawancara dengan mantan pemain PSIM. Tidak seperti kelompok pecinta sepak bola lainnya, yang biasanya identik dengan basis lokasi, Bawahskor memiliki bentuk yang lebih cair. Mereka dapat menjaring berbagai kalangan ke dalam suatu soliditas yang menghilangkan batas antarkelompok dan antargenerasi.
Mengutamakan visi pendidikan dan memanfaatkan media sosial sebagai sarana produksi dan distribusi konten, kolektif ini mengolah pengetahuan tentang sepak bola dari sudut pandang vernakular dengan mengelaborasi pendekatan nongkrong ke dalam kerja-kerja kreatif di ranah daring dan luring. Mereka pun mengadopsi berbagai strategi artistik dalam menyajikan informasi kepada publik, salah satunya dengan menggelar pameran tentang sejarah sepak bola.
Sering berhadapan dengan acara yang berbasis massa, Bawahskor telah melakukan beberapa eksperimen untuk merealisasikan program kegiatannya, terutama di masa pandemi ini ketika social distancing menjadi salah satu kendala dalam mengadakan acara keramaian. Upaya mereka tidak selalu berhasil, memang. Ajang pameran olahraga yang mereka rencanakan pada awal September 2021, salah satunya, urung terlaksana. Dalam rangka keikutsertaan mereka di Proyek Mustahil, kelompok Bawahskor menampilkan skema spekulatif tentang bagaimana seharusnya pameran itu jika mereka berhasil menyelenggarakannya.

<previous-next>
Extended Asia
2021
Objek, mural, konten audiovisual digital-internet, dan performans
Dimensi bervariasi
Durasi video bervariasi
Melalui proyek bertajuk “<previous-next>”, Extended Asia menjadikan upaya pemeragaan ruang kerja dan kondisi kerja sebagai suatu proses performatif. Tradisi “open studio” didefinisikan ulang menjadi peristiwa yang tersituasi, ketimbang semata acara tatap muka antara seniman dan publik yang mengejar kesempatan komunikasi.
Elemen-elemen dan aktivitas digital (lengkap dengan jaringan internet) adalah bagian dari peristiwa artistik utama karya ini dalam konteksnya sebagai “seni performans”. Nyatanya, komunikasi antara publik dan subjek-subjek di layar komputer — yang dimungkinkan oleh situasi dan konstruksi ruang dari “studio Extended.Asia” — itulah yang benar-benar dibingkai (secara langsung) menjadi karya. Interaktivitas bukan lagi soal perpanjangan belaka dari nilai karya, melainkan intisari karya tersebut. Extended.Asia juga tidak meniatkan kehadiran internet pada “<previous-next>” hanya sebagai aparatus yang memperpanjang kemungkinan audiens dalam menggapai “catatan-catatan kaki” karya — isi-isi yang biasanya berada di luar ruang sajian (galeri). Mereka justru “mengkultuskan”-nya; tindakan audiens mengakses internet itu sendirilah yang merupakan pokok dari peristiwa ruang pamer. Agaknya, inilah pengkultusan yang merepresentasikan bentuk-bentuk perayaan fenomena masyarakat media mutakhir.
Mural yang membentang sebagai latar “studio tersituasi” ini pun, akhirnya, merupakan konkretisasi kerangka sibernetik, untuk menawarkan bahasa visual konstruksional; untuk menunjukkan secara jelas bagaimana konsep, pada dasarnya, adalah karya itu sendiri. Konsep tidak lagi semata hal yang ada di belakang atau mendahului wujud karya. Dengan stand point itu, Extended.Asia berada pada jalur aktivisme estetika yang menyikapi “proses produksi”, ketimbang output, sebagai karya utama mereka.
Detil Karya:










Tentang Extended Asia





Extended.Asia adalah sebuah platform yang dikelola oleh empat seniman (Andang Kelana, Aditya F.H., Theo Nugraha, dan Nissal Nur Afryansah) yang bekerja dari jarak jauh melalui koneksi internet. Berbentuk terminal daring (https://extended.asia/), platform ini mempertemukan para seniman audiovisual dan penikmat seni dari berbagai wilayah di Asia untuk memperluas kolaborasi lintas genre. Merespon era digital-internet, terlebih masa pandemi yang tak memungkinkan pertemuan fisik, Extended.Asia dikelola menjadi situs diskursif, kanal artistik, dan ruang praktis yang relevan bagi keberlangsungan aktivitas produksi dan eksibisi kesenian. Mereka menawarkan pengalaman menonton di layar komputer dan gawai sebagai ritual utama dalam menikmati suatu presentasi karya.
Extended.Asia memposisikan teknologi digital-internet sebagai wahana untuk merayakan keterbatasan alih-alih solusi untuk mengatasi krisis dalam fenomena interaksi sosial baru yang kian meluas di zaman 4.0. Menerjemahkan kembali konsep liveness dengan membaurkan orientasi fisikal dengan mental teknologis dan logika prosumer, platform ini terutama bergerak pada praktik pengorganisasian dan kurasi konten karya para seniman kolaborator untuk membicarakan isu-isu mutakhir yang berhubungan dengan prasangka-prasangka teknologis, serta keterkaitannya dengan konteks sosio-ekonomi-politik sezaman, sebagai metode untuk membingkai imajinasi-imajinasi puitik dari gejala bahasa yang dimunculkan teknologi media. Mengafirmasi karakter chaos dari arus informasi masa kini, diskursus Extended.Asia menggaungkan logika bahasa arbitrer sebagai gaya ungkap yang bukan saja tentang bagaimana merepresentasikan gagasan-gagasan tertentu, tetapi juga memiliki daya hadir yang baru.
Di Proyek Mustahil, Extended.Asia menyajikan pemetaan mengenai orientasi estetik, gagasan artistik, dan metode kerja mereka, dilengkapi dengan beberapa tayangan terkurasi dari arsip karya para kolaborator yang pernah terlibat bersama mereka, dan sejumlah sesi interaktif yang memungkinkan pertemuan langsung via layar komputer antara pengunjung pameran dan orang-orang di belakang platform ini.

DIHADAPAN HARAPAN
Fajar Riyanto
2021
Video (dua kanal) dan objek (buku dan bendera)
Dimensi bervariasi; 60 x 80 cm (bendera)
Durasi video bervariasi
Fajar Riyanto melakukan pengembangan baru dari proyek fotografis “Dihadapan Harapan” yang sudah pernah ia kerjakan sebelumnya untuk pameran tunggalnya yang kedua. Pada seri kali ini, dalam pameran Afirmasi Krisis, Fajar mengelaborasi teknik dan konsep gambar bergerak (video) untuk memaparkan suatu imajinasi subversif dan spekulasi artistik terkait situasi terkini dari daerah “mepet” njeron benteng, Yogyakarta. Eksplorasi baru ini menggarisbawahi krisis yang masih berlangsung di lokasi, tetapi sekaligus juga merangsang kepekaan terhadap risiko-risiko faktual yang masih menghantui hari-hari kita sebagai penghuni kota. Selain video, yang merupakan karya baru, Fajar juga menyertakan dua bentuk objek, berupa sebuah buku (yang diberi judul “Buku Doa”) dan bendera-bendera yang berisi kuotasi-kuotasi warga tentang harapan mereka mengenai lokasi. Eksplorasi Fajar dalam seri ini adalah sebuah siasat dari segi produksi, material, dan peristiwa, sebagai konsekuensi dari situasi pandemi yang menyebabkan ketertundaan eksekusi-eksekusi yang bersifat langsung di lokasi tersebut. Namun, siasat ini justru membawa sebuah gagasan yang lebih subtil, karena menghaluskan konsep “protes” menjadi suatu proses puitik. Perlawanan, barangkali, menjadi sebuah pengandaian. Dan pengandaian itu, akhirnya, menegaskan kebutuhan untuk melakukan otokritik. Fase baru dari “Dihadapan Harapan” tidak lagi berada dalam intensinya untuk membingkai moralitas eksternal, tetapi mendudukkan moral sebagai suatu yang mengarah ke dalam, ke diri kita, dalam rangka menakar fakta sosial secara lebih arif.
Detil Karya:










Tentang Fajar Riyanto

Fajar Riyanto (lahir 1984) belajar fotografi di ISI Yogyakarta. Praktiknya mengeksplorasi kehidupan sehari-hari melalui media fotografi, video, dan seni performans. Saat ini, ia menjadi anggota aktif di Ruang Mes 56, sebuah kolektif seniman berbasis di Yogyakarta yang secara khusus bergerak di bidang fotografi dan gambar bergerak. Peraih penghargaan Julius Bär Next Generation Art Prize, Singapura (2021) ini telah dua kali berpameran tunggal. Yang pertama, bertajuk Re-Plating Mooi Indië (2017), di KKF, Yogyakarta. Kedua, bertajuk Dihadapan Harapan, diadakan di Ruang Mes 56 tahun 2020.
Dihadapan Harapan adalah bagian dari proyek fotografinya yang mendalami rutinitas dan harapan warga di wilayah “mepet” njeron benteng, Yogyakarta, yang hidup dalam risiko penggusuran tempat tinggal yang direncanakan Pemerintah Daerah. Alih-alih mempertajam konflik lewat gerakan protes, Fajar merekam fakta dan situasi sosial di lokasi tersebut berdasarkan sudut pandang penduduknya, untuk membingkai suatu perilaku dan sikap afirmatif yang menjadi modal batiniah masyarakat setempat untuk dapat terus bertahan. Rekaman-rekaman fotografis yang diciptakan Fajar merangsang suatu refleksi kritis untuk meninjau perubahan kota dan relasi kekuasaan yang bekerja di dalamnya. Seri fotografi ini juga mendorong kita untuk mengamati lebih jauh imajinasi metaforik tentang kebertahanan, melalui ruang-ruang domestik warga, benda-benda personal, dan suara-suara keseharian. Sudut pendirian dari proyek ini ialah proses warga untuk bisa tetap ada dan bersuara di tengah-tengah ketidakpastian sistem sosial yang merugikan mereka.
Dalam Proyek Mustahil, Fajar melakukan pengembangan baru dari proyek fotografis yang telah ia kerjakan untuk pameran tunggal keduanya itu. Fajar mengelaborasi teknik dan konsep gambar bergerak (video) untuk memaparkan suatu imajinasi subversif dan spekulasi artistik terkait situasi terkini dari njeron benteng. Eksplorasi baru ini tidak hanya menggarisbawahi krisis yang masih berlangsung di lokasi, tetapi juga merangsang kepekaan terhadap risiko-risiko faktual yang masih menghantui hari-hari kita sebagai penghuni kota.

DEKLARASI LIMINAL
Jayu Juli
2021
Objek, teks; bendera biru dan piagam deklarasi
Dimensi bervariasi; 21 x 29,7 cm (piagam)
“Deklarasi Liminal” oleh Jayu Juli adalah suatu upaya pengafirmasian yang bersifat konkret melalui benda. Karya ini berada pada ranah pematerialan sebuah konsep, yaitu afirmasi itu sendiri, dengan mengandaikan keikutsertaan pulbik untuk turut “memiliki” dan “menubuhkan” gagasan yang dibawa (atau ditempatkan oleh si seniman ke dalam) karya. Mobilitas teks piagam berkontradiksi dengan mobilitas bendera. Jika yang pertama berposisi tetap, menempati ruang presentasi, yang kedua justru akan bergerak mengikuti sirkulasi audiens yang akan membawanya. Akan tetapi, kedua mobilitas yang berbeda ini tetap memanifestasikan gagasan ruang representasi yang lentur, yang memanjang hingga melampaui batas-batas zona dari ruang sajian karya. Dengan fisiognomi semacam itu, “Deklarasi Liminal” merepresentasikan—juga ikut mempertanyakan—esensi dari tindakan mengingat, tindakan berjanji, tentang penciptaan peristiwa monumental, yang merefleksikan keseharian dalam kritisisme untuk menegaskan fakta—keadaan krisis—yang ditafsirkan secara beragam.

JEMAAH ASING
Jayu Juli
2021
Cat air di atas kertas
Dimensi 100x100cm
Apa yang terpenting dari lukisan “Jemaah Asing” ialah penjelajahan karakteristik visual yang kembali ke dasar-dasar bahasa. Dari segi perlakuan materialnya, karya ini merupakan keluaran yang menarik dari cara tafsir si seniman terhadap konsep afirmasi melalui perspektif Derridean, yaitu menempatkan aksi penerimaan atas situasi ke dalam logika bahasa yang memungkinkan proses diakronis—dari karya, berkembang di dalam ruang tafsir publik, dan berpotensi untuk menjadi wacana dalam gerak sejarah ke arah masa depan. Jemaah Asing menawarkan peluang kepada audiens untuk mendesentralisasi fungsi-fungsi dari setiap elemen visual, memungkinkan sebuah proses dekonstruksi kemapanan rezim auratik lukisan dengan merangsang keaktifan publik dalam menakar konstruksi dari material lukisan. Jemaah Asing agaknya beranjak dari batasan-batasan representatif dengan menolak narasi eskapis. Kita bisa melihat bagaimana lukisan ini membingkai material sebagai jejak dari “proses menjadi” yang menyisakan misteri, menegaskan narasi yang terputus, tetapi memicu peristiwa spasial pada diri audiens yang mengamatinya, dari jauh ataupun dekat.


Tentang Jayu Juli

Jayu Juli (1988) aktif di beberapa kolektif seni di Jakarta sejak masa kuliah hingga akhirnya memilih profesi sebagai seniman. Di era 2010-an, ia bergiat di ranah aktivisme dan literasi media bersama Komunitas Djuanda, lalu menjadi anggota Forum Lenteng, dan pernah bekerja sebagai salah satu manajer di Gudskul. Saat ini, ia tergabung dalam Peretas, sebuah platform jaringan perempuan pekerja seni di Indonesia yang bergerak di ranah politik solidaritas feminis.
Eksplorasi seni Jayu mencakup berbagai media. Bersama Ricky Babay Janitra, ia menginisiasi proyek seni plusminus+_, sebuah platform untuk mendalami praktik seni performans dan multimedia. Akan tetapi, fokus Jayu yang terutama ialah lukisan dengan medium cat air. Subject matter di dalam karya-karyanya adalah perempuan dan representasi tubuh. Jayu kerap bereksperimen dengan karakteristik cat air untuk menciptakan ruang berlapis dalam komposisi warna dan bidang. Dalam derajat tertentu, eksperimennya mengesankan konstruksi figural yang taksa atas tubuh. Ketidakterdugaan bentuk yang kerap mengiringi proses pergulatannya dengan cat air lantas menjadi titik berangkat Jayu untuk memikirkan konsep “ambang”, “liminal”, “mobilitas”, dan “proses menjadi” di dalam diskursus material dan sosial.
Untuk Proyek Mustahil, Jayu menginterpretasi tema “mustahil” berdasarkan keyakinannya tentang proses tak berujung dari perpindahan (entah itu dari satu lokasi ke lokasi yang lain, dari satu identitas ke identitas yang lain, ataupun dari satu keadaan ke keadaan yang lain) sebagai sebuah afirmasi dari gerak liminal yang mutlak dialami manusia sepanjang hidup. Tanpa mengandaikan satu titik tujuan sebagai ujung dari proses, perspektif ini bersandar pada konsep absurditas tentang ulang-alik perubahan kualitas keadaan yang tanpa henti. Eksplorasi rupa Jayu kemudian menyasar materialisasi dari konsep “liminal” melalui komposisi eksperimental dari cat air itu sendiri. Bak seorang konstruktivis, Jayu menyajikan karya lukis dan objek yang menggugah cara melihat dan meluaskan potensi spasial yang dimiliki penikmat karya.

MANTRA
Kamarkost.ch
2021
Seri kolase dengan material kertas; video
Dimensi bervariasi
Durasi video bervariasi
Seri kolase bertajuk “Mantra” ini adalah kumpulan dari seri kolase yang masing-masing mempunyai judul spesifik, dan tiga karya video yang berkaitan dengan kolase-kolase tersebut. Seri “Mantra” adalah sebuah interpretasi visual terhadap mantra bagak (‘berani’)—terdiri dari 3 mantra sejalan, yaitu “ilmu basi” (‘ilmu klasik’), “pidareh” (‘ilmu berlari kencang’), dan “pacah batu” (‘pecah batu’). Mantra tersebut berasal dari sebuah lokasi, bernama Aripan di Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok. Kamarkost.ch menginterpretasi mantra tersebut dengan menarik perbandingan ke sebuah karya tulis alegoris dari Franz Kafka yang berjudul Die Verwandlung (atau Metamorfosis, 1915). Sejumlah kata kunci yang didapatkan dari proses komparasi tersebut dijadikan pijakan untuk mengeksplorasi imajinasi visual dalam rangka meninjau ulang aspek-aspek psikososial masyarakat yang berada di dalam absurditas yang muncul di masa-masa krisis, entah itu secara khusus dalam konteks budaya masyarakat Minangkabau, ataupun masyarakat global. Melalui seri kolase ini, Kamartkost.ch mentransformasi teks menjadi gaya ungkap yang berbeda, untuk berspekulasi tentang “(yang) mustahil” sebagai bahasa.
Detil Karya:









Tentang Kamarkost.ch




Kamartkost.CH adalah sebuah ruang alternatif di Padang, Sumatera Barat, yang dikelola oleh para seniman muda dengan tujuan untuk menjadi pusat eksperimen dan apresiasi seni yang dekat dengan masyarakat. Mendorong produktivitas seniman anggotanya, ruang yang bermula dari kamar kos mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) ini telah mengaktivasi kegiatan-kegiatan kebudayaan sejak tahun 2014, mencakup beragam disiplin kesenian, mulai dari seni jalanan (street art), gambar, kolase, seni peformans, dan fotografi. Mereka juga menyelenggarakan banyak lokakarya dan program residensi seniman.
Digawangi oleh Mardi Al Anhar, Anisa Nabilla Khairo, Mia Aulia, & Puja Ilahi, ruang alternatif Kamarkost.ch juga melakukan studi terhadap tradisi dan kebudayaan sastra Minangkabau, terutama tradisi lisan berbentuk mantra. Studi ini dielaborasi menggunakan perspektif seni rupa. Mereka juga menginterpretasi isi mantra dengan menggunakan karya sastra tulis, termasuk karya-karya sastra dunia, sebagai perbandingan untuk menarik kata-kata kunci yang akan menjadi dasar bagi pengkonstruksian bahasa visual. Selama pandemi, Kamarkost.ch telah menyelenggarakan lokakarya kolase (dengan jumlah partisipan terbatas dan menerapkan protokol kesehatan) di lingkungan internal mereka. Dari rangkaian lokakarya tersebut, teknik kolase lantas menjadi fokus eksplorasi artistik mereka. Interpretasi terhadap mantra kemudian diimplementasikan ke dalam proses penciptaan karya visual berbentuk kolase.

LABORATORIUM BALE DATA
Komunitas Pasirputih
2021
Arsip, video, objek (perangkat keras komputer), dan perangkat lunak editing
Dimensi bervariasi
Durasi video 41 menit 49 detik
“Laboratorium Bale Data” membawa dua premis: eksperimen (yang diwakili oleh gagasan “laboratorium”) dan keterlibatan massa (yang diwakili oleh “bale”). Dua premis inilah yang merekontekstualisasi pendekatan, sikap, dan perilaku atas data. Karya Komunitas Pasirputih yang disajikan di sini, sebagai perwakilan dari platform yang diniatkan sebagai gerakan budaya itu, merepresentasikan gagasan, kerangka kerja, dan contoh hasil olahan, serta penciptaan kondisi tentang keterlibatan publik dalam segala proses pengolahan data tersebut. Mengambil satu aspek dari gejala paling mutakhir, yaitu masyarakat normal baru dalam situasi pandemi, Laboratorium Bale Data merefleksikan perilaku masyarakat hari ini, khususnya dalam lingkup spesifik, masyarakat Kecamatan Pemenang. Interpretasi atas data dilakukan tanpa mengarahkan suatu narasi tertentu, tetapi bertumpu pada ritme-ritme— dalam konteks visual—dari gejala sosial itu sendiri. Arsip, dengan demikian, dalam eksperimen karya ini, didekonstruksi sebagai sebuah gaya ungkap publik, sebagai tawaran tandingan terhadap definisi arsip yang bersifat institusional.
Detil Karya:






Tentang Komunitas Pasirputih




Pasirputih (berdiri tahun 2010) adalah komunitas paling progresif di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Berlokasi tepat di Kecamatan Pemenang, berdekatan dengan Pelabuhan Bangsal, mereka menyelenggarakan berbagai kegiatan, mulai dari gerakan literasi media, lokakarya seni, program residensi seniman, pameran, hingga festival.
Pasirputih mengkombinasikan kegiatan penciptaan dan kurasi karya seni ke dalam rutinitas pengorganisasian komunitas dan berkolaborasi secara menyeluruh bersama warga. Festival tahunan mereka, Bangsal Menggawe (sejak 2016), melibatkan hampir seluruh komponen masyarakat di Lombok Utara, termasuk pemangku kepentingan dari tingkat RT hingga bupati. Program mereka lainnya, Aksara Tani (sejak 2018), mempelopori gerakan literasi pertanian warga di Kecamatan Pemenang.
Sejak 2016, Pasirputih melakukan gerakan pengumpulan dan pengkurasian arsip audiovisual yang dibuat warga. Bermula dengan nama proyek “Saling Gitak” yang dicetuskan oleh seorang seniman kolaborator mereka (Gelar Soemantri), proyek ini berevolusi menjadi “Kanal Pasirputih”, kemudian “Berugak TV”, dan kini memiliki wajah baru dengan nama “Bale Data: Museum Audio Visual Kebudayaan Lombok Utara”. Program mutakhir ini berupaya mengumpulkan, memetakan, dan mengkaji arsip audiovisual warga, serta mendokumentasikan dan mengembangkan strategi warga dalam melakukan pengarsipan dan pendokumentasian di wilayah Lombok Utara. Mereka juga membangun sarana dan prasarana pengarsipan digital, serta mengaktivasi arsip digital tersebut ke dalam berbagai bentuk proyek yang melibatkan masyarakat.
Untuk Proyek Mustahil, Pasirputih (diwakili oleh tiga anggotanya: Muhammad Sibawaihi, Muhammad Rusli Oka, dan Hamdani) menampilkan satu film yang dibuat dari arsip video warga dan menyajikan satu kumpulan arsip audiovisual terkurasi yang dapat direspon oleh pengunjung pameran. Mereka mengumpulkan arsip ini selama masa pandemi. Dari sana, kita dapat menarik sebuah konteks tentang representasi dari situasi masyarakat terkini yang menjalani hari-hari mereka dalam masa normal baru.

FAFIFU
Yahya D. K.
2021
Cetak etsa, objek (senjata), dan rekaman suara
Dimensi bervariasi
Yahya mengangkat kembali tradisi cetak dan pengoleksian benda sebagai bagian dari aksi dan proses merekam. Gambar-gambar yang dicetak Yahya dalam seri Fafifu merupakan rekaman antropologis berdasarkan sudut pandang subjek yang terlibat langsung dengan poros isunya—kejahatan, kenakalan, dan penyimpangan sosial di dalam dunia dan budaya jalanan. Sementara itu, pengumpulan dan pembingkaian objek-objek senjata menjadi bagian dari objek seni menggemakan suatu pengadopsian tradisi arkeologis untuk menarik konteks baru terhadap temuan-temuan sehari-hari dari lingkungan terdekat. Melalui praktik artistik Yahya, implementasi studi antropologis dan arkeologis ini melebur menjadi studi atas material-material dan peristiwa-peristiwa aktual, mengkaji kesekarangan daripada masa lalu. Suara subjek-subjek di dalam karya ini dibingkai bukan sebagai informasi, melainkan sebagai bentangan elemen puitik guna memicu suatu empati yang bersandar pada kebutuhan apresiasi estetika. Kita lantas bisa menilai fenomena sosial secara berbeda, melihat aspek-aspek alternatif untuk tidak mensubordinasi fakta, dan beranjak ke tataran yang lebih filosofis, seperti mendayagunakan konsep “estetika kejahatan” sebagai sebuah perspektif untuk menafsir krisis sosial secara lebih halus dan setara.
Detil Karya:







Tentang Yahya D. K.

Yahya Dwi Kurniawan (Magelang, 1992), biasa disapa Yayak, dikenal juga dengan nama akun instagramnya, @gengxenggol (diambil dari judul pameran tunggal pertamanya tahun 2016, “Geng Xenggol”, di Juara Dunia, Yogyakarta), adalah seniman visual yang saat ini berbasis di Yogyakarta.
Eksplorasi seninya mencakup berbagai media, mulai dari gambar, karya cetak, fotografi, video, objek, musik, sastra, hingga bidang-bidang seni berbasis penelitian dengan pendekatan etnografis. Ia menggali isu subkutlur jalanan, budaya klub dan tren musik mixing, dan arsip-arsip audiovisual vernakular kontemporer. Keluaran-keluaran kreatifnya menawarkan perspektif yang empatik dalam memahami fenomena kejahatan, penyimpangan sosial, dan kenakalan remaja.
@prontaxan_ , sebuah platform yang ia kembangkan bersama lima rekannya (Uji Hahan H., Lana P., Rangga S. E., Bagas O. A., dan Dito Satriawan ) sejak 2018, adalah proyek spektakuler yang memanfaatkan teknologi digital-internet dan melestarikan tradisi berbagi konten. Mengamini praktik penggunaan ulang (reuse), pencampuran ulang (remix), adaptasi, dan pengembangan konten original menjadi keluaran baru yang lebih segar dan kontekstual, PRONTAXAN menerapkan gagasan kuratorial terhadap ratusan konten audiovisual untuk membingkai fenomena musik funkot dan relasinya dengan konstruksi kelas sosial. Platform ini juga mempopulerkan suatu gaya bahasa pergaulan (narasi dan puisi) yang layak dikaji sebagai produk sastra mutakhir.
Tahun 2020-2021, ia menggarap proyek “The Museum of Lost Space” untuk membingkai isu klitih di Yogyakarta. Secara kolaboratif, Yayak membuat pemetaan, belasan karya cetak etsa, karya objek dan fotografi, yang dikonstruksi sebagai esai visual tentang fenomena tersebut. Untuk Proyek Mustahil, Yayak menyajikan suatu pengembangan dari proyek ini dengan fokus dan perspektif yang diperluas, yaitu subkultur jalanan yang dipahami sebagai aspek kritikal yang mustahil hilang dari kodrat kehidupan sosial masyarakat.

GAGASAN ESTAFET MUSTAHIL
2020-2021
Objek (buku); cetak digital di atas stiker
Dimensi bervariasi
Gagasan Estafet Mustahil (GEM) adalah sebuah eksperimen di dalam rangkaian Proyek Mustahil. Eksperimen ini dimulai pada bulan Juni 2020. Saat itu, CEMETI mengirimkan masing-masing sebuah buku catatan kepada 20 orang pegiat kebudayaan. Keduapuluh orang itu diminta untuk merespon hal tersebut. Setelah merespon, lalu mereka mengirimkan buku catatan itu kepada orang lain yang dianggap layak dan tertarik untuk melanjutkan proses merespon buku catatan GEM, begitu seterusnya, hingga buku terisi penuh dan/atau orang terakhir yang merespon mengirimkannya kembali ke kantor CEMETI.
Semua buku GEM yang berhasil diterima kembali oleh CEMETI dipamerkan bersama karya-karya para seniman undangan Proyek Mustahil dengan harapan bahwa pengunjung pameran dapat ikut melihat dan merasakan langsung wujud fisik dari beberapa buku GEM, serta mengimajinasikan proses yang telah berlangsung dari perjalanan buku-buku tersebut dari satu tangan responden ke responden yang lain, lintas lokasi.
Eksperimen GEM bertujuan untuk menciptakan ruang refleksi bersama sembari terus mendorong produksi dan komunikasi kesenian di antara para pegiat kebudayaan. Peredaran buku-buku ini juga diniatkan sebagai suatu cara untuk mengumpulkan sekaligus merekam ide-ide eksperimental para pegiat kebudayaan secara luring, demi merangsang aktivitas dan kritisisme kultural yang melampaui batasan-batasan terkini.
Detil Karya:



Dokumentasi Pameran Afirmasi Krisis
Dokumentasi Karya (Exhibition View)










Dokumentasi Acara Pembukaan Pameran


























Pingback: Afirming the Crisis | CEMETI