
Selama pandemi, aku banyak menghabiskan waktu di studio yang juga berfungsi sebagai tempat tinggal. Bidang tanah liat kuciptakan dengan teknik menorah (menggores) dengan benda tajam. Ini serupa dan sesederhana ingatanku tentang perkenalanku dengan keasyikan menggambar ketika masih kecil. Kalau dalam Bahasa Madura “tat ghurih, talpak tana” yang berarti “menoreh, dan membekas di tanah”.
Salah satu karya yang lain adalah gambar burung terpenggal yang berjudul “Kematian di Pagi Hari”. Berangkat dari catatan harianku, berupa sketsa ketika berada di Lampung pada bulan Februari hingga awal April lalu. Tiba tiba, aku mendapat kabar kematian Abahku di pagi hari. Begitu gelap, pagi itu. Aku tidak bisa berada di rumah hari itu. Aku serupa burung itu, pergi jauh dan kehilangan.

Setelah sempat mengurung diri dalam beberapa waktu, warga di sekitar tempat tinggal sepakat mengadakan kerja bakti. Aku pun turut menjadi bagian di dalamnya. Pekerjaan pertama adalah perawatan jalan kampung. Mulai mencor jalan yang mulai rusak. Terakhir, membuat talud, semacam perigi di pinggiran sungai untuk membentengi tanah dari arus air. Ini dilakukan mumpung akhir-akhir ini jarang sekali hujan.