"Diskusi", Proyek Mustahil
Leave a Comment

DKT Proyek Mustahil – Sesi 03

Melanjutkan kegiatan seri diskusi kelompok terarah (DKT) dalam rangka Proyek Mustahil yang telah mulai dijalankan sejak awal bulan Juni, Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat mengundang lima orang narasumber untuk terlibat dalam DKT ke-3 yang dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 6 Juni 2020, pukul 10.00 WIB, via Zoom. Dimoderatori oleh Dimaz Maulana (Manajer Produksi Cemeti), kelima orang narasumber yang diundang tersebut adalah Hafiz Rancajale (seniman; Forum Lenteng), Heni Matalalang (sutradara), Ismal Muntaha (seniman; Jatiwangi Art Factory), Sekar Putri Handayani (seniman, produser tari; Rumah Banjarsari), dan Ugoran Prasad (dramaturg; Teater Garasi).

Sebagaimana dua DKT yang telah diselenggarakan sebelumnya, DKT kali ini juga fokus pada upaya menerjemahkan topik “Kemustahilan” sebagai bentuk tanggapan atas situasi aktual yang dihadapi oleh masyarakat global, termasuk para pekerja sosial dan budaya, yaitu keterbatasan sosial yang mau tidak mau mesti dilakukan untuk mengurangi pandemi COVID-19.

Saat rekaman layar ini diterbitkan di situs web Cemeti, Yogyakarta dan sejumlah daerah di Indonesia agaknya sudah mulai menerapkan kenormalan baru. Di Yogyakarta sendiri, ruang-ruang publik telah kembali ramai dibandingkan satu-dua bulan sebelumnya.

Namun begitu, pandemi belum berlalu sama sekali. Kewaspadaan kita, serta ketangkasan dalam merancang strategi untuk menyiasati keterbatasan hari ini, tetap diperlukan agar pandemi COVID-19 bisa dilalui dengan baik, dan agenda “kenormalan baru” yang digadang-gadang itu tidak dijalankan dengan gegabah dan asal-asalan.

Rekaman layar dari DKT Proyek Mustahil – Sesi 03, di selenggarakan tanggal 6 Juni 2020 via Zoom.

Karenanya, kami kira isu pandemi masih merupakan konteks yang pas untuk dibicarakan di ranah seni. DKT ini cukup menggali sudut pandang kelima narasumber dalam memikirkan, sekaligus mencoba mengatasi—berdasarkan kapasitas mereka masing-masing—keadaan yang serba terbatas ini.

Yang menarik, para narasumber di DKT ke-3 ini cukup dalam mengurai sejumlah poin terkait pandemi COVID-19 yang merefleksikan—justru—perkembangan gerakan dan estetika seni. Soal konsep “kenormalan”, “ketidaknormalan”, dan “kenormalan baru” itu, contohnya, menjadi sangat menarik ketika dibahas dari sisi bagaimana inisiatif-inisiatif kebudayaan yang digalakkan oleh pekerja seni tidak berhenti berupaya mengejar situasi normal dari sistem sosial dan kebijakan yang “cacat” di Indonesia. Diskusi pun menjalar ke ingatan para narasumber mengenai situasi ketika Indonesia masih berada di masa rezim Orba, Reformasi, dan pasca-Reformasi. Hingga akhirnya, relasi antara manusia dan COVID-19 ini pun juga membuka diskusi filosofis tentang kontrol dan pertarungan/perebutan ruang.

Selain itu, sehubungan dengan cara-cara yang diupayakan para pegiat sosial-budaya selama PSBB, pembicaraan di DKT ini juga menyinggung soal “liveness“; tentang signifikansi kehadiran fisik dan ketidakcukupan kegiatan daring. Akan tetapi, para narsum juga membahas kesempatan untuk mengubah paradigma dalam menerjemahkan “liveness” itu sendiri, juga tentang bagaimana semestinya kita perlu mengedepankan “kerelaan” dalam mengamini situasi dan kondisi yang ada, atau peluang-peluang lainnya yang bisa kita pelajari dari “generasi digital, internet, media sosial”.

Aspek lainnya yang tak lupa dibahas para narasumber ialah tentang skala prioritas dan kesadaran untuk tidak terjebak pada “perubahan medium” dalam berekspresi. Dua aspek terakhir ini, agaknya, memang memengaruhi keputusan-keputusan estetis yang diambil para pegiat kebudayaan, khususnya pelaku kesenian. Mulai dari kerelaan memprioritaskan cakupan kerja di lingkup yang lebih kecil (misalnya satu rumah) daripada lingkup yang besar (misalnya satu desa)—sebagaimana yang dilakukan teman-teman di Jatiwangi Art Factory (JaF)—hingga ke celetukan ide yang ekstrem semacam mengerjakan praktik sinematik di ranah teks/tulisan alih-alih gambar bergerak dan ruang gelap saja.

Mengamini cara pandang para narasumber di DKT ke-3 ini, situasi mustahil, dengan demikian, justru menjadi situasi yang bukan lagi membatasi, tetapi justru dapat merangsang gagasan dan praktik baru, baik yang bentuknya sudah bisa terbayang maupun yang belum pernah terpikirkan sama sekali sebelumnya.

Video pada terbitan ini adalah hasil suntingan final dari materi rekaman layar pertemuan daring (via Zoom) dari DKT Proyek Mustahil – Sesi 03. Disunting secara teknis oleh Muhammad Dzulqornain dan disupervisi oleh Manshur Zikri (Manajer Artistik Cemeti) dan Dimaz Maulana (Manajer Produksi Cemeti), beberapa bagian dari rekaman video ini sengaja dipotong untuk meminimalisir ketidaknyamanan penonton dalam menyimak alur diskusi yang kerap terganggu oleh ketidaklancaran jaringan internet. Namun, ada beberapa bagian yang macet dan sengaja dibiarkan ada demi menjaga atmosfer penting dari peristiwa diskusi yang berlangsung kala itu.

Selamat menyimak DKT ini!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.