DAFTAR ISI
Teks Pengantar | Daftar Kegiatan

Teks Pengantar
SAAT MENJALANI PERIODE penanganan wabah COVID-19, masyarakat berada dalam situasi berketerbatasan, salah satunya yang paling riil ialah pembatasan pertemuan fisik. Batasan ini tidak hanya menunda agenda-agenda kesenian, tetapi juga memengaruhi bagaimana kita sekarang memilih kemungkinan-kemungkinan terkait bentuk, medium, dan isi, serta motif dan modus dari kegiatan penciptaan, penyebaran (eksibisi dan pemasaran), dan pewacanaan (apresiasi dan kajian) karya/kerja seni. Pilihan-pilihan itu, nyatanya, juga berdasarkan pertimbangan realistis kita akan adanya hal-hal yang— meskipun bukan 100%—tidak mungkin dilakukan pada masa pembatasan sosial ini.
Bagaimana caranya merealisasikan kegiatan kesenian pada masa penanganan wabah COVID-19 ini, tanpa melanggar aturan pembatasan fisik, tapi tidak melulu harus online?
Keprihatinan yang paling dominan adalah bagaimana menyiasati keterbatasan pertemuan fisik. Para pegiat seni-budaya umumnya memilih cara daring (‘dalam jaringan’) agar tetap bisa memenuhi hasrat intelektual dan kebutuhan hiburan untuk publik. Karenanya, tatkala pemerintah tampak tengah bersiap-siap menerapkan Normal Baru, agaknya kita juga sedang menjalani—bukan sekadar menyaksikan—“normal baru” yang lain melalui media baru: orang-orang men-daring-kan diri lebih sering daripada kebiasaan berinternet di masa sebelum wabah ini ada. Krisis pandemik bergejolak serempak dengan perayaan manusia atas teknologi zaman industri 4.0 yang serba memudahkan dan canggih itu.
Beberapa orang mungkin mensyukuri pembatasan sosial dan proses “kerja di rumah” sebagai jeda bagi beragam aktivitas kesenian, dan memanfaatkannya sebagai momen untuk memikirkan ulang apa-apa saja yang sudah dan belum dilakukan seni. Sementara, yang lain melihatnya sebagai peluang dan tantangan untuk mengeksplorasi medium-medium baru yang memungkinkan revolusi estetika dan bahasa. Kedua pandangan ini koeksis di tengah kesiapan yang tidak utuh dari infrastruktur peningkatan kualitas sumber daya manusia kita. Layak disadari bahwa tidak sedikit pula yang secara bablas merayakan kemudahan yang dimungkinkan oleh teknologi digital dan virtual sebagai jalur utama baru dan melupakan opsi-opsi yang lain. Dampaknya, bisa jadi, disinformasi yang dimaklumi, atau distorsi yang kemudian dianggap wajar-wajar saja, ataupun penyempitan ruang lingkup pilihan dan pemikiran akan eksperimentasi kekaryaan.
Membaca situasi tersebut, muncul dua pertanyaan yang mengusik kami. Jika memang kemustahilan pertemuan fisik menjadi keterbatasan, apakah hal itu kemudian akan menganaktirikan model, cara, dan medium tertentu, dan mengistimewakan medium digital dalam proses produksi-distribusi-apresiasi karya seni? Ataukah kemustahilan semacam itu merupakan sebuah potensi lain yang merangsang kritisisme (dari/atas) seni dan seniman? Bagaimanapun, satu hal yang pasti dan yang kami ingin terus yakini, adalah, di masa COVID 19, digital dan virtual bukanlah satu-satunya jalan bagi seni, karena peluang eksperimentasi seni itu sungguh luas. Isu inilah yang kemudian diketengahkan sebagai soal yang, kiranya, menarik untuk ditanggapi oleh seni, seniman, dan publik kesenian.
Mengantisipasi kemungkinan dari sejumlah ketidakmungkinan riil yang dihadapi kesenian dan kebudayaan saat ini, Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat menginisiasi Proyek Mustahil (atau ‘Impossible Project’ – logotype bagi proyek ini adalah “IMPSSBLPRJCT”) yang diharapkan akan menjadi proyek berkelanjutan. Nama Proyek Mustahil dipilih untuk menandai suatu percobaan yang bersifat gotong royong dalam mengartikulasikan potensi dari “ketidakmungkinan” atau “hal-hal tidak mungkin”.
Sasaran Proyek Mustahil ialah menempatkan “(yang) mustahil” dan “kemustahilan” sebagai subject matter, menjadikan keduanya sebagai fokus penerjemahan seni sesuai dengan konteks aktual dari keadaan-keadaan masyarakat kontemporer. Bukan hanya untuk mencapai antitesis dari “kemungkinan”, proyek ini bertujuan untuk mendekonstruksi “(yang) mustahil” sebagai gaya ungkap dan ekspresi potensial yang memberdayakan; memperlakukan “(yang) mustahil” lebih sebagai strategi estetik daripada sekadar taktik artistik, dalam rangka menciptakan karya seni kolektif yang di dalamnya dapat terjadi suatu olah-gagasan bersama yang menekankan keterlibatan semua pihak dengan setara.
Untuk itu, proyek ini mendorong keterlibatan pelaku seni dan kebudayaan secara umum untuk melakukan penjelajahan bahasa atau menawarkan gaya ungkap baru tanpa terjebak pada satu pendekatan terhadap medium atau teknik tertentu saja (misalnya, hanya mengandalkan media daring, menggunakan media daring dengan hanya satu pendekatan, dan mengabaikan potensi lain yang bukan daring).
Halaman situs ini akan menerbitkan sejumlah konten, termasuk dokumentasi kegiatan, yang diharapkan dapat memberikan gambaran perkembangan Proyek Mustahil selama dan sesudah masa pandemi COVID-19.
Selamat Menikmati!
Manshur Zikri
Kurator
Kegiatan-kegiatan Proyek Mustahil
DKT Proyek Mustahil – Sesi 01
Pokok-pokok yang diperbincangkan dalam DKT Proyek Mustahil – Sesi 01 ini, terutama, berkaitan dengan persoalan COVID-19 yang menjadi perhatian besar masyarakat sekarang ini, tidak terkecuali di mata para pekerja seni…
DKT Proyek Mustahil – Sesi 02
Situasi pandemi memang memengaruhi pilihan-pilihan kita, terutama dalam berinteraksi dengan layar. Akan tetapi, pameran (seni) hanyalah salah satu format presentasi saja. Yang paling utama justru aksi memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan.…
DKT Proyek Mustahil – Sesi 03
Mengamini cara pandang para narasumber di DKT ke-3 ini, situasi mustahil, dengan demikian, justru menjadi situasi yang bukan lagi membatasi, tetapi justru dapat merangsang gagasan dan praktik baru, baik yang…
DKT Proyek Mustahil – Sesi 04
Bagaimana kita mengusahakan seni menjadi relevan bagi generasi sekarang dan mendatang, bagi generasi pandemi maupun pascapandemi?
Gagasan Estafet Mustahil
Hadir dalam bentuk buku catatan yang akan diisi bergilir secara estafet, Gagasan Estafet Mustahil diniatkan sebagai suatu cara untuk mengumpulkan sekaligus merekam ide-ide eksperimental para pegiat kebudayaan secara luring, demi…
Afirmasi Krisis
Kuratorial “Afirmasi Krisis” mencoba merangsang nalar Nietzschean untuk memikirkan kembali berbagai jenis krisis yang dihadapi manusia. Ini tentang bagaimana menyerukan “Ya!” (Ja Sagen) kepada hal-hal yang dihadapi, dengan segala kondisinya,…
Pingback: DKT Proyek Mustahil – Sesi 01 | CEMETI
Pingback: Jejak-Jejak #1 – Gagasan Estafet Mustahil | CEMETI
Pingback: Jejak-Jejak #2 – Gagasan Estafet Mustahil | CEMETI