
sebARSIP – Arsip Residensi Pilihan #002: “Krijn Christiaansen”
Petruk Dadi Ronald
BARU-BARU INI, terdengar kabar bahwa gerai restoran cepat saji McDonald’s di gedung Sarinah, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta, yang telah beroperasi selama hampir 30 tahun, tutup. Halaman daring McDonald’s memuat kabar soal surat yang dilayangkan pihak manajemen gedung Sarinah kepada McDonald’s pada 30 April 2020, berisi permintaan pengosongan gedung untuk renovasi dan rebranding. Pada tanggal 8 Mei 2020, akun twitter @McDonalds_ID mengunggah poster informasi akan tutup permanen pada tanggal 10 Mei 2020, pukul 22.05 WIB. Orang-orang sontak ramai memperbincangkan kabar tersebut. Orang-orang dari berbagai generasi berdatangan ke McDonald’s Sarinah Thamrin pada Minggu malam 10 Mei 2020. Kebanyakan dari mereka ingin mengabadikan kenangan dengan swafoto, membeli makanan, membubuhkan testimoni pada papan-papan yang telah disiapkan oleh manajemen McDonald’s. Menjelang pukul 22.00 WIB, berderet staf manajemen dan karyawan McDonald’s berdiri di depan pintu masuk sambil menyanyikan jingle McDonald’s sembari berpamitan bersamaan ditutupnya tirai pada kaca gerai tersebut. Oleh karena kerumunan spontan ini terjadi di tengah pemberlakuan PSBB, akhirnya pihak manajemen McDonald’s mendapatkan sanksi dari pemerintah setempat.
Menyimak kabar tersebut, ingatan saya lalu mencelat ke salah satu proyek Krijn Christiaansen (seniman Belanda) di dalam program residensi Cemeti, Landing Soon #5, berjudul Petruk Mengunjungi Keluarga, yang dipresentasikan pada Januari 2008.
Krijn Christiaansen meminjam ikon Petruk, salah satu karakter Punakawan yang sudah memiliki hati di masyarakat Yogyakarta. Di dalam proyek ini, Petruk mengenakan pakaian kuning belang-belang merah dan kupluk merah dengan lubang jambul di ujung atasnya. Wajah petruk dasarannya putih seperti pemain pantomim dengan warna merah di bagian bibir dan ujung hidung. Secara langsung kita akan bisa melihat penampilan Petruk ini sangat mirip dengan dengan Roland (ikon McDonald’s). Di tangan dalang Krijn Christiaansen, Petruk memang diangankan bersaudara dengan beberapa Roland McDonald’s di Yogyakarta.
Siang itu, becak dikayuh dari Rumah Seni Cemeti membawa Petruk mengunjungi keluarganya. Kunjungan pertama ke Ronald sebagai Bagong di restoran cepat saji di daerah Terban. Perjalanan dilanjutkan ke arah Malioboro, bertemulah Petruk dengan Ronald sebagai Gareng di teras depan Mall Malioboro. Usai mengunjungi saudara-saudaranya, Petruk tak lupa sowan (mengunjungi) bapaknya, Semar, di Toko Emas Semar di Gondomanan.
Tanpa mengesampingkan sitiran Krijn Christiaansen terhadap raksasa Multi National Company semacam McDonald’s yang mengancam ikon dan landmark kota, skenario kunjungan Petruk ke Roland-Roland kerabat batihnya menjadi refleksi atas kebiasaan laku sosial kita dalam merawat hubungan dan kenangan.
Kengeyelan orang-orang menerabas regulasi PSBB Jakarta dan mengambil risiko terkena Covid-19 untuk datang ke McDonald’s Sarinah Thamrin pada detik-detik terakhir penutupan restoran menunjukkan betapa susahnya kita meramu cara lain untuk merawat hubungan dan kenangan. Tantangan besar mudik lebaran sekarang ada di depan mata! Akankah kita mampu menanggalkan kebiasaan mudik lebaran? Bagaimana cara melipur rindu, mengakomodir hasrat sosial kita untuk bercengkrama dengan sahabat dan keluarga? Seandainya Petruk adalah salah satu sepupu saya, kami akan bersepakat untuk tidak mudik demi meminimalisir dan memotong perkembangan persebaran virus Covid-19! Merayakan lebaran di rumah atau kos saja sambil eksplorasi variasi olahan mie instan atau pesan opor ayam melalui aplikasi pesan antar. Halal bihalal dan sungkeman dialihkan ke pelantar daring untuk sementara waktu. *
Berkas “Petruk Dadi Ronald”
Berkas “Petruk Mengunjungi Keluarga”

… wuaah memang proyek seni Ronald Petruk waktu itu terasa secara visual dan sosial, cerdas sekali. Tepatnya memang seakan-akan hanya pada saat-saat itu,di tahun-tahun itu. Saya jadi ingat, beberapa tahun sebelumnya; Cemeti masih berada di Ngadisuryan. Pada waktu itu pembukaan Mac Donald di Malioboro Mall baru beberapa hari lewat. Seorang kurator dari Perancis, kalau tidak salah saya mengingat, dia datang dari Lion Biennale di Prancis. Secara iseng namun serius dia bertanya kepada saya. “Sebagai seniman, … apa saja yang kamu anggap eksotis tentang Amerika?” Jawaban saya agak mengecewakan dia saat itu: “Mac Donald French Fries”. Wuaah dia seperti nggak terima dengan jawaban saya. Saya beri argumen bahwa buatmu, kentang goreng di Prancis memang biasa aja. Kami di Jawa juga bisa bikin kentang goreng, bregedel dsb. Tapi Kentang goreng Mac. Donald dengan saus tomat dan saus sambalnya, EKSOTIS SEKALI!
LikeLiked by 1 person
Ini tentang ikon dan patung di ruang publik, atau sebetulnya semi publik. Dan publik mana… publik ‘internasional’ dengan ikon Mac Donalds, atau figur Petruk dengan konteks sangat lokal. Patung Petruk ini, bertahun tahun berdiri di jalan Katamso, (sudah ada pada tahun delapanpuluhan), di depan salah satu bengkel yang ampir setiap hari saya lewat. Petruk pada waktu itu , pada residensi Krijn, terbuang oleh bengkel tersebut. Krijn menemukan Petruk di pinggir jalan, karena bengkel lagi bikin renovasi dan ‘modernisasi’, dimana Petruk tidak dibutuhkan lagi. Krijn mengambil dan selamatkan patung Petruk ini, membawa pulang dan memberi baju baru, supaya Petruk siap kenalan dengan keluarga barunya.
LikeLiked by 1 person
Pingback: Bergiat dengan Arsip di saat Pandemi | CEMETI
Pingback: Stay Productive with Archive in Pandemic Situation | CEMETI