"Esai", Berkas #01: Jogja 88, sebARSIP
Leave a Comment

Anekdot dari Anekdot Cemeti 88-98

“Cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan,” itulah arti kata “anekdot” jika merujuk KBBI online. Definisi tersebut cukup mewakili impresi saya ketika menggarap visual di atas, konten yang menjadi bagian dari sebARSIP Berkas #1: “Jogja 88 — dan Sejumlah Pecutan Visual hingga 1 Dasawarsa Kemudian”. Tujuh anekdot di atas dipilih berdasarkan rentang waktu yang dirujuk arsip-arsip yang diseleksi ke dalam sebARSIP Berkas #1, yaitu tahun 1988 hingga 1998. Bagi saya, ketujuhnya tak hanya hadir sebagai narasi historis, tapi juga menggelitik dugaan-dugaan tentang kisah lain yang tidak terterakan di sana. Semisal: “Siapa tiga mahasiswa yang dititipi galeri Cemeti pada tahun 1991 selagi pemilik galeri berada di Belanda selama 1 tahun? Ketika kehadiran mereka justru ‘memporakporandakan’ galeri, apa motifnya?”

Pendekatan artistik dalam mengompos ulang tujuh teks di atas, sebagaimana saya coba terapkan, mewakili gagasan sebARSIP sendiri: “mengintervensi dan mengalami arsip”, kata kunci yang diajukan Manshur Zikri (Manajer Artistik Cemeti, sekaligus kurator sebARSIP).

“Mengintervensi arsip”, dalam hal ini: secara fisik, yaitu ketika hasil pindaian beberapa halaman buku 15 years Cemeti Art House Exploring Vacum ditata ulang secara manual dengan pemotong kertas dan lem—seperti praktik mengkliping—sebelum hasil tataannya itu dipindai kembali, alih-alih mengolah visual-teks anekdot tersebut dengan merancang ulang sepenuhnya menggunakan software. Pilihan artistik tersebut juga terhubung dengan gagasan kedua, yaitu “mengalami arsip”. Bagi saya, proses dan sensasi memotong serta mengelem hasil potongan yang tidak rapi, hingga bercak-bercak kotor akibat proses memindai, adalah pengalaman menarik yang saya bayangkan juga akan teman-teman alami kala menyimak gambar-gambar di atas.

Kebiasaan mengandalkan media daring sejak populernya teknologi smartphone seakan semakin “ditebalkan” dengan maraknya himbauan “social distancing” dan “work from home” gegara situasi pandemik ini. Dunia maya seakan menjadi realitas yang lebih hidup dibanding dunia fisik.

Lalu, bagaimana jika yang di dunia fisik ini kami hadirkan “sefisik mungkin” di dunia maya? Bagaimana pengalamannya, setidaknya dari segi visual? Memainkan pengalaman kita dalam olak-alik menjamah dunia maya dan dunia nyata melalui arsip; itulah penafsiran saya atas pendekatan artistik dari sebARSIP Berkas #1 ini. *

This entry was posted in: "Esai", Berkas #01: Jogja 88, sebARSIP

by

A multi-media workers works and lives in Yogyakarta. He got his Bachelor degree from Film and Television Program, Indonesian Institute of the Arts, Yogyakarta. He involved in some film projects and production, among others are “Ngayogjazz 2012” (2012, as Director and Editor), “arah pulang” (2015, as Script Writer and Director), “masihkah ada cinta d(ar)i Kampus Biru” (2016, as Video Artist) and “dua belas Jam” (2017, as Script Writer and Director). He also once worked Coordinator of Volunteer at Documentation Division in Festival Arsip IVAA 2017 – “Kuasa Ingatan”. Founder and manager of "Sharelist", a media that is concerned with sharing music preferences and listening experiences. Currently working as an Archive and Documentation Manager at Cemeti - Institute for Art and Society.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.