
sebARSIP Residensi – Arsip Pilihan #001: “Leyla Stevens”
LOCKDOWN! #stayathome, OJO NGEYEL, NENG OMAH WAE!
Kata-kata pada judul di atas menjadi pemandangan baru di Jogja sebulan terakhir. Satu demi satu, kian bertambah kelompok masyarakat yang menutup jalan ke rumah mereka, entah dengan spanduk bertuliskan “LOCKDOWN”, dituliskan dengan huruf kapital semua, warna merah menyala sebagai warna tulisan, serta dibubuhkan tanda silang dan tanda baca seru guna menegaskan ini adalah peringatan yang sangat serius. Alhasil, tidak ada yang berani menembus jalan itu.
Fenomena ini menjadi menarik untuk dilihat lebih dekat. Bagaimana kita tidak terpisah dari bahasa; bahasa tidak terpisahkan dengan tanda. Bagaimana pikiran manusia bekerja untuk membuat tanda-tanda peringatan sedemikian rupa agar mereka dapat menyampaikan pesan tanpa perlu bertatap muka (terlebih seperti situasi sekarang ini).
Bicara soal tanda atau kode-kode ini, kami mengingat proyek Leyla Stevens, seniman berdarah Bali-Australia yang pernah mengikuti residensi di Cemeti. Ia memiliki pandangan menarik tentang bahasa dan kode, dan hal itu ia tuangkan dalam proyek semasa residensinya di Cemeti pada bulan November 2013 silam. Selama menjalani program residensi seniman di Cemeti, ia berupaya menelisik lebih jauh bagaimana sebuah “bahasa” disampaikan dan dibaca.
Mengingat betapa menariknya proyek tersebut, terlebih jika mengaitkannya dengan situasi sekarang (masa pandemi COVID-19), maka arsip-arsip terkait residensi Leyla Stevens sengaja kami pilih sebagai konten untuk edisi sebARSIP Residensi – Arsip Pilihan #001 ini.
Selamat mengamati kode-kode arsip!
Berkas-berkas Arsip
Arsip Proyek Residensi Leyla Stevens



khazanah pendukung
Khazanah Pendukung
Berkas ini bisa anda unduh di sini
This file can be downloaded here