"Pameran", Ingatan Bergegas Pulang

Ingatan Bergegas Pulang

English | Indonesia

Pameran Tunggal Suvi Wahyudianto

17 Desember 2019 – 17 Januari 2020
Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat, Yogyakarta

DAFTAR ISI
Teks Pengantar | Foto Karya | Dokumentasi Pembukaan | Esai Pameran | Biografi Seniman

Teks Pengantar

HAL-HAL YANG MERANGSEK ke dalam diri bisa sekaligus mendesak keluar menjadi ekspresi yang kompleks. Tak jarang, ada kebutuhan untuk mengkontekstualisasikan persoalan pribadi dengan peristiwa-peristiwa publik yang mengiringinya. Jika kemudian ambivalensi—dampak dari upaya tersebut—memengaruhi gaya ungkap serta turut menentukan proses pengayaan konsepsi diri, dapatkah hal itu menjadi sebuah kemungkinan dalam melihat hubungan antara pergulatan personal dan ketegangan sosial yang ada? Saat menanggapi isu kekerasan, seorang seniman bisa saja dengan sadar memosisikan dirinya sebagai perwakilan kelompok sosial tertentu yang berhadapan dengan kelompok sosial lainnya. Pembingkaian kekaryaan si seniman atas kompleksitas pengalaman personal dan sosial yang dimilikinya bisa menjadi tawaran lain dari pemetaan puitik kesadaran konflik.

Memosisikan diri sebagai laboratorium spesifik untuk membongkar pemahaman subjektifnya mengenai politik identitas dan pengalaman kekerasan, Suvi Wahyudianto (Madura, 28 April 1992) mencoba mengungkai kemungkinan itu. Sebagai ahli waris narasi konflik etnis yang melanda generasi terdahulu, tubuhnya pribadi telah menjadi metafora dari konsep rumah yang kesanalah beragam ingatan getir—tentang keluarga, tanah kelahiran, daerah rantauan, dan relasi-relasi sosial—berdesak-desakan untuk bergegas pulang. Sebagaimana pendekatan autoetnografi di ranah ilmu sosial, Suvi menyikapi tubuhnya sebagai sumber anekdot yang niscaya terkoneksi dengan makna-makna sosial, politik, dan budaya yang lebih luas. Di dalam rumah (tubuh) itu, alih-alih mengingat, Suvi justru berkomunikasi—kalau bukan bergulat—dengan ingatan-ingatan yang pulang, lalu menerjemahkan hasil komunikasi itu ke dalam seri karya lukis dan instalasi objek.

Berdasarkan temuan-temuan ketika menjalankan residensi Rimpang X Kelana di Pontianak, Kalimantan, Juni-Juli 2019, pameran tunggal Suvi bertajuk Ingatan Bergegas Pulang ini merupakan upaya dekonstruksi terhadap diskursus kekuasaan yang selama ini bekerja di lingkungan budaya yang ia terima sejak lahir, yang tentu berpengaruh pada caranya menjalani hubungan di dalam dan di luar lingkungan terdekat. Proyek ini juga berangkat dari eksperimen berbentuk kegiatan “berziarah” ke Sambas, 20 tahun pasca peristiwa konflik, demi menguji limitasi tubuhnya (baik secara psikologis maupun fisik) tatkala “mengalami ulang” wacana konflik kekerasan yang kini telah bersifat laten. Ingatan Bergegas Pulang menawarkan artikulasi puitik tentang titik temu antara trauma personal yang terjadi di lingkup domestik dan trauma kolektif yang berkembang di masyarakat.

Karya visual Suvi pada seri ini merupakan hasil pilahan rupa dari berbagai objek yang ia anggap merepresentasikan pengalaman riil, identitas diri, dan model hubungan sosial yang terjalin di luarnya. Objek-objek itu performatif dalam konteks bagaimana dirinya menampung kegetiran di lingkungan keluarga, sekaligus mencerap (langsung dan tidak) fenomena konflik sosial di Indonesia. Kesemuanya mencitrakan nuansa yang sunyi tapi juga menyiratkan keberisikan yang begitu kuat.

Kembali ke Daftar Isi


Foto Karya

Foto Karya

Lanskap dan Babak Terakhir

Lanskap dan Babak Terakhir
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
52 x 57 cm
2019

Langit Sempadung #1
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
156 x 85 cm
2019

Langit Sempadung #2 (1)
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
44,5 x 22,5 cm
2019

Langit Sempadung #2 (2)
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
44,5 x 22,5 cm
2019

Lanskap dan Rubuhnya Seekor Sapi
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
79 x 60 cm (6 panel)
2019

Lanskap dan Rubuhnya Seekor Sapi #1
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
79 x 60 cm
2019

Lanskap dan Rubuhnya Seekor Sapi #2
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
79 x 60 cm
2019

Lanskap dan Rubuhnya Seekor Sapi #3
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
79 x 60 cm
2019

Lanskap dan Rubuhnya Seekor Sapi #4
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
79 x 60 cm
2019

Lanskap dan Rubuhnya Seekor Sapi #5
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
79 x 60 cm
2019

Lanskap dan Rubuhnya Seekor Sapi #6
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
79 x 60 cm
2019

Meja Mata Sapi 18:48 – 19:48
Tinta di atas kertas (60 lembar), meja dari besi
19,5 x 13 cm (sketsa)
240 x 117 cm (meja)
2019

Menjahit Kertas
Benang, cat air, kertas mintak dan meja dari besi
96 x 71 x 83 cm (5 panel)
2019

Sapi dan Reruntuhan #1
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
106 x 79 cm
2019

Sapi dan Reruntuhan #2
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
157 x 53 cm
2019

Sapi dan Reruntuhan #3
Tinta di atas kertas, canvas dan meja dari besi
32 x 32 x 151 cm
2019

Sapi dan Reruntuhan #4
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
157 x 53 cm
2019

Sapi dan Reruntuhan #5
Cat air dan ekstrak tembakau di atas kertas
157 x 53 cm
2019

Ketika Malam Bertambah Legam
Bilik dari besi, tempayan dan air
247 x 123 x 183 cm
2019

Daun Jatuh
Cat air di atas kertas
100 x 70 cm (2 panel)
2019

Exhibition View

Kembali ke Daftar Isi


Dokumentasi Pembukaan

Dokumentasi Pembukaan

Dokumentasi foto Pembukaan Pameran Ingatan Bergegas Pulang, 17 Desember 2019, Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat. (Foto: Muhammad Dzulqornain & Ika Nurcahyani)

Kembali ke Daftar Isi


Esai Pameran

Esai Pameran

Memetakan Kembali Pemetaan Puitik Suvi

oleh Manshur Zikri

INGATAN BERGEGAS PULANG dimulai dengan kerangka kesadaran mengenai tubuh sebagai subjek (sekaligus objek); tubuh yang padanya melekat begitu banyak narasi. Tubuh seakan menjadi wadah rekam peristiwa-peristiwa, yang mana peristiwa-peristiwa itu kerap diproyeksikan ke wilayah citra mental lewat ingatan-ingatan.

Percobaan Suvi Mengeja Peristiwa

oleh Muhammad Abe

MELALUI PAMERAN TUNGGALNYA, Suvi berkesempatan untuk “pulang” pada ingatan-ingatan dari masa lalunya. Ingatan-ingatan yang selama ini “menghantui,” seakan ada hal-hal yang belum pernah selesai dibicarakan. Jika seni rupa hari ini berusaha memenuhi kanvas dengan warna-warni nilai-nilai estetis, maka Suvi memilih untuk bercerita dengan cara yang paling sederhana, melalui gambar yang menjadi ekstensi dari pengalaman tubuhnya.

Kembali ke Daftar Isi


Profil Seniman

Biografi Seniman

SUVI WAHYUDIANTO (Bangkalan, Madura, 28 April 1992) adalah seniman muda asal Madura yang kini tinggal dan berkarya di Yogyakarta. Setelah meraih gelarS1 dari Juruan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya pada tahun 2017, Suvi kemudian mendapatkan penghargaan UOB Painting of The Year 2018 ditingkat nasional (Indonesia) dan internasional (Asia Tenggara) untuk karyanya yang berjudul Angs’t, sebuah karya mixed media yang secara abstrak mengartikulasikan konsep empati dalam rangka menanggapi pengalaman personal dan ingatan kolektif tentang konflik sosial.

Praktik artistic Suvi mencakup upaya penjelajahan bahasa visual melalui pendekatan puitik untuk meluaskan kemungkinan interpretasi atas peristiwa-peristiwa tragis yang berkaitan dengan ketegangan sosial-budaya pada masa lalu dan hari ini, juga mengurai isu-isu terkait politik identitas. Melalui kajian tekstual dan studi sejarah bersifat partisipatoris, serta elaborasi pendekatan autoetnografi ke dalam ranah seni rupa, Suvi focus menciptakan karya yang berusaha mengungkai narasi baru sebagai tandingan terhadap narasi-narasi arus utama, dalam upayanya mendekonstruksi wacana konflik kekerasan yang selama ini bergulir di masyarakat, serta mendorong gagasan rekonsiliasi dan peningkatan kesadaran empatik pasca konflik. Penjelajahan puitik tersebut kerap ia terjemahkan ke dalam berbagai teknik penciptaan dan pengolahan medium, dengan beragam hasil mulai dari lukisan, instalasi objek, hingga karya-karya berbasis teks. Salah satu karya terbarunya, Catatan Hari Berkabung, dan Satu Mata Sapi yang Menyedihkan (2019), dibuat berdasarkan hasil penelitiannya saat menjalani program residensi Rimpang X Kelana di Kalimantan Barat. Dipresentasikan di Jogja National Museum untuk acara Biennale Jogja XV– Equator #5, 2019, karya tersebut membingkai sejumlah narasi yang ia kumpulkan selama berinteraksi dengan warga di Pontianak, Singkawang, Sintang, dan Sambas; karya ini menyajikan suatu pembacaan kritis terhadap peta memori kolektif yang masih hidup antar generasi, sehubungan dengan pengalaman kekerasan yang pernah terjadi di kota-kota tersebut.

Suvi Wahyudianto telah terlibat dalam berbagai acara kesenian bertaraf nasional dan internasional, antara lain Biennale Jatim ke-7 –“WorldIs A Hoax” (Galeri Prabangkara, Taman Budaya JawaTimur, 2017),UOB Painting of The Year (UOB Art Gallery, Singapura, 2018),BA[KER]TAS – “Pameran Lima Perupa Muda Pilihan Ugo Untoro” (galeri kertas Studio Hanafi, Depok, Mei 2018), Manifesto 6.0 – “Multipolar: Seni Rupa Setelah 20 Tahun Reformasi” (Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Mei 2018),Biennale Jateng II–“TheFuture of History” (Kota Lama Semarang, Semarang, Oktober2018), Pameran Besar Seni Rupa ke-6 –“Panji: Penguat Karakter Bangsa” (Kota Batu, JawaTimur, Oktober2018), Indonesian Contemporary Art and Design (ICAD) X: “Factor X” (grandkemang Hotel, Jakarta, 2019), dan Biennale Jogja XV: EQUATOR #5 Indonesia bersama Asia Tenggara: “Do We Play at the Same Playground”(Jogja National Museum, Yogyakarta, 2019). Ia juga telah menyelenggarakan pameran tunggal, antara lain berjudul “Homo Sapirin” (C2O Gallery, Surabaya, 2016; dikurasi oleh Ayos Purwoaji) dan“ONGGHA” (REDBASE Foundation, Yogyakarta, 2017).

Kembali ke Daftar Isi

This entry was posted in: "Pameran", Ingatan Bergegas Pulang
Tagged with:

by

Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat (sebelumnya ‘Galeri Cemeti’, kemudian ‘Rumah Seni Cemeti’) adalah platform tertua seni kontemporer di Indonesia, didirikan di Yogyakarta tahun 1988 oleh Mella Jaarsma dan Nindityo Adipurnomo. Cemeti menawarkan platform bagi seniman dan praktisi kebudayaan untuk mengembangkan, menyajikan, dan mempraktikkan aktivitas mereka lewat kolaborasi bersama kurator, peneliti, aktivis, penulis dan performer, serta komunitas lokal di Yogyakarta.