
Dalam Meukeuta Alam (kitab adat Aceh) dipaparkan bahwa, pada Rumoh Aceh, bagian rumah dan pekarangannya menjadi milik anak-anak perempuan atau ibunya. Jika seorang suami meninggal dunia, maka Rumoh Aceh menjadi milik istri atau anak-anak perempuan. Istri dinamakan peurumoh atau jiak atau orang yang memiliki rumah. (Keterangan diakses dari Wikipedia Bahasa Indonesia, “Rumah adat Aceh”.)

Rumoh Aceh didirikan masa Hindia Belanda, diresmikan Gubernur Sipil dan Militer Aceh Jenderal H.N.A Swart (31 Juli 1915). Bangunan berasal dari paviliun Aceh di arena Pameran Kolonial (de Koloniale Tentoonstelling), Semarang (13 Agustus – 15 November, 1914). Kemudian dibawa kembali ke Aceh, diletakkan di sebelah timur Blang Padang Banda Aceh. Museum Rumoh Aceh ini berada di bawah tanggungan sipil dan menjadi milik pemerintah Aceh. Pada tahun 1969, atas ide T.Hamzah Bendahara, Museum Rumoh Aceh dipindahkan dari Blang Padang ke jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah.




