Bukan ingin sekadar meromantisasi kejayaan masa lalu dengan “kemaritimannya”; dengan lagu yang sering didengar masa kanak-kanak dulu, “Nenek moyangku seorang pelaut…”



Bagaimana bisa mereka melaut, bahkan melintasi pulau-pulau, menghilangkan ‘batas’-an?


Beruntung, tiga hari yang lalu, saya dan kawan-kawan diajak Muhammad Ridwan (Instagram @ridwanmandar) dan Yusuf Wahil (Instagram @yusufwahil) menilik pembuatan perahu Padewakang (‘kapal bercadik’) yang sudah digunakan ratusan tahun lalu oleh orang-orang Makassar di bantilan (‘bengkel kapal’) H. Usman di Tanah Beru.



Melihat proses awal dibangunnya perahu. Diawali pembuatan lunas (bagian paling bawah kapal), sebagai tulang punggung sekaligus rohnya kapal. Bagaimana pengetahuan dan teknologi sudah digunakan ‘melampaui’ zamannya, meski dengan alat-alat sederhana.


Dan melihat beberapa proses ritual: bagaimana ‘seksualitas dan religi’ menyatu dan menjadi peranan penting lahirnya perahu. Dan lain-lain pokoke!