Daftar Isi
DAFTAR ISI
Teks Pengantar | Foto Karya | Dokumentasi Pembukaan | Biografi Seniman

Teks Pengantar
Pameran & Presentasi
Seniman Residensi Periode #1 2019
Mirjam Linschooten
Ragil Dwi Putra
23 – 31 Mei 2019
Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat, Yogyakarta
Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat melanjutkan sambil meninjau ulang program residensi yang telah dirintis sejak tahun 2006 dengan mengembangkan gagasan pokok dalam menciptakan keterhubungan antara seni dan masyarakat. Program residensi Cemeti mendorong sebuah proses terbuka bagi seniman residensi untuk mengelola dan mengembangkan gagasan karya, melakukan penelitian artistik dan pertukaran pengetahuan, serta menghubungkan seniman dengan berbagai jejaring lokal yang mendukung kerja-kerja kolaboratif. Selama tiga bulan, seniman residensi merasakan nuansa ruang interaksi baru dan penjelajahan medan sosial bersama tim kerja Cemeti.
Mulai bulan Maret hingga Mei 2019, Cemeti mendampingi dua seniman residensi, yaitu Mirjam Linschooten (Belanda) dan Ragil Dwi Putra (Indonesia). Program Residensi Seniman Cemeti, periode #1 2019 ini diselenggarakan oleh Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat dan partisipasi seniman Mirjam Linschooten didukung oleh Mondriaan Fund, Belanda.
Selama masa residensinya, Mirjam Linschooten meneliti tentang berbagai gagasan mengenai pusaka (heritage). Ia pertama-tama menelusuri berbagai situs pusaka dan museum di Yogyakarta, serta mengikuti wisata jalan kaki yang dipandu oleh komunitas Malam Museum. Melanjutkan pengalamannya tentang model dan narasi mapan ini, Mirjam mengembangkan sebuah lokakarya berjudul ‘Imagining the Museum’, di mana ia mengundang sejumlah pelajar ke Museum Sonobudoyo dan menyampaikan beberapa pertanyaan, antara lain: “Apa yang hilang di dalam museum?”. Setelah berbagi gagasan bersama, para partisipan membayangkan hal-hal yang meliputi obyek sehari-hari dan musik, kemudian mengubahnya menjadi gambar.
Mirjam juga mengundang sekelompok praktisi budaya lokal untuk bersama-sama mengeksplorasi kemungkinan lokasi pusaka alternatif, dengan bertanya: bisakah kita mengaktivasi diri kita sebagai arsip berjalan dari bayangan dan kenangan? Di tiap pertemuan, masing-masing partisipan diminta untuk mengusulkan sebuah lokasi untuk berdiskusi dan berbagi kenangan pribadi mereka. Setiap pertemuan didokumentasikan dan dibagi melalui sebuah platform online sebagai inventaris yang bertumbuh dari lokasi, ingatan pribadi, dan asosiasi acak. Gagasan ini kemudian dihubungkan ke peta Yogyakarta dari era Hindia Belanda, dengan maksud untuk memperbarui peta sejarah dengan lokasi dan cerita masa kini secara konseptual. Karena tidak dapat menemukan peta tersebut di arsip atau perpustakaan setempat, Mirjam mencari dan memperoleh salinan peta tersebut dari KITLV/Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Asia Tenggara dan Karibia. Menghubungkan kembali pusaka ini ke situs sejarah yang direpresentasikannya, Mirjam menyumbangkan peta tersebut ke Kraton Yogyakarta.
Berkaitan dengan perdebatan saat ini mengenai repatriasi benda-benda budaya, Mirjam memetakan lintasan sebuah obyek yang terdapat di dalam koleksi Tropenmuseum Amsterdam. Dianggap sebagai ‘pusaka nasional Belanda’, Mirjam bertanya-tanya tersusun dari apakah sebuah obyek “pusaka Belanda”, yang berasal dari Raja Ampat, Papua Barat? Melalui serangkaian reproduksi, ia mendekonstruksi lapisan tafsir Eropa, mulai dari pertanyaan: dengan adanya perubahan perspektif tentang budaya material, bagaimana kita dapat memperbarui ingatan kita sendiri? Dan apakah peran obyek pengingat tersebut di dalam proses ini?
Berangkat dari pengalaman tinggalnya saat ini di Yogyakarta, Ragil Dwi Putra tertarik pada hubungan antara pendatang dengan warga kota Yogyakarta yang dianalogikan sebagai tamu dan tuan rumah. Relasi ini membawa Ragil pada sebuah gagasan tentang kota sebagai ruang tamu yang ia telusuri lewat penelitian residensinya.
Di Indonesia, ruang tamu merupakan bagian terpenting dari sebuah rumah dan oleh karena itu diletakkan di bagian depan susunan bangunan rumah tinggal. Sebagai sebuah ruang yang digunakan untuk menyambut tamu secara formal, ia pun dirancang untuk membangun impresi mengenai identitas tuan rumah. Antara lain dengan memajang bukti pencapaian berupa trofi. Mengambil titik awal ini, Ragil memusatkan penelitiannya pada kehadiran institusi pendidikan yang membangun identitas Yogyakarta sebagai kota pelajar sekaligus yang mendorong pendatang dari berbagai penjuru kota di Indonesia untuk tinggal sementara maupun menetap.
Selama masa residensinya, Ragil mengunjungi beberapa rumah kos dan asrama mahasiswa untuk menelusuri pertanyaan kunci, antara lain: batasan-batasan apa yang terdapat di dalam hubungan antara tamu dan tuan rumah dan bagaimana batasan ini dibangun? Nilai-nilai apa yang dibagi dan dinegosiasikan? Bagaimana tamu dan tuan rumah menerima nilai yang dibagi tersebut? Untuk memperdalam diskusi, Ragil juga mengundang beberapa orang pendatang yang ia temui selama penelitiannya untuk berbagi cerita pengalaman tinggal mereka di Yogyakarta. Untuk presentasi residensinya, Ragil akan menghadirkan sebuah instalasi performatif dari percakapan bersama para pendatang yang ia kumpulkan.
Foto Karya
Foto Karya
Mirjam Linschooten

















Ragil Dwi Putra






Dokumentasi Pembukaan
Dokumentasi Pembukaan












Dokumentasi foto Pembukaan Pameran & Presentasi Seniman Residensi Periode #1 2019, 23 Mei 2019, Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat. (Foto: Muhammad Dzulqornain & Ika Nurcahyani)
Biografi Seniman
Biografi Seniman (dalam urutan abjad)
Mirjam Linschooten (Belanda)
Mirjam Linschooten (lahir di Leiden, 1976) meraih gelar MA di Dutch Art Institute, Belanda dan gelar BFA di Gerrit Rietveld Academy, Belanda. Praktik multidisiplinnya berkaitan dengan bagaimana institusi pusaka budaya mewakili sejarah, mengeksplorasi taktik representasi dan cara ingatan dibangun, serta bentuk-bentuk pengkoleksian dan estetika tampilan. Karyanya meliputi instalasi, film, publikasi dan performance. Beberapa proyek karyanya yang pernah dipresentasikan di berbagai institusi, antara lain di Neverneverland, Amsterdam (2018); Contemporary Art Gallery, Vancouver (2016); The Blackwood Gallery, Toronto (2015); Musée d’Art Moderne, Tétouan (2014); Art Gallery of Ontario, Toronto (2011) dan Sanat Limani, Istanbul (2010).
Ragil Dwi Putra (Indonesia)
Ragil Dwi Putra (lahir di Salatiga, 1992) menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana seni rupa dari Institut Kesenian Jakarta pada tahun 2016, dengan program studi Seni Grafis. Dalam praktik berkaryanya, ia memaknai ulang benda-benda yang ia temui dalam keseharian melalui medium performance art, di mana bentuk, warna, komposisi, karakter, dan hubungannya dengan ketahanan tubuh dimainkan dalam bingkai durasi tertentu. Ia pernah mengikuti beberapa lokakarya di perhelatan seni seperti Jakarta 32 C (2014), OK. Video (2015) dan Art Summit (2016), dan aktif terlibat dalam festival performance art seperti Undisclosed Teritorry pada tahun 2016 dan 2018.