"Pengantar Program", RIMPANG NUSANTARA

Rimpang Nusantara

English | Indonesia

Tentang Program Rimpang Nusantara

Tentang Program Rimpang Nusantara

Rimpang Nusantara (atau Rhizomatic Archipelago), adalah program berkelanjutan yang diinisiasi oleh Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat sejak bulan Desember 2018, sebagai platform untuk mengembangkan suatu model kerja seni dan kebudayaan yang dikelola bersama-sama secara egaliter dan transparan oleh setiap partisipan di dalamnya, dengan menekankan pentingnya desentralisasi, serta memaksimalkan mekanisme distribusi pengetahuan dan pengalaman yang merata.

Program ini fokus pada upaya pencarian dan pemetaan ragam bentuk praktik seni yang kontekstual dan produksi pengetahuan yang ditopang oleh asas gotong-royong, pendekatan berbasis komunitas, corak kerja bersama tak terpusat, kekuatan literasi kritis, dan penghormatan terhadap keberagaman. Program ini juga aktif membangun jaringan kerja kesenian yang inklusif dan membuka berbagai kemungkinan eksperimen dan kolaborasi lintas disiplin, lokasi, kolektif, ataupun kelembagaan.

Program ini juga bertujuan mengeksplorasi pertautan seni dengan masyarakat, mengelaborasi gagasan hidup bersama di dalam konteks kewargaan budaya, dan menjadi bagian dari sebuah demokrasi yang mendalam dan partisipatoris baik di konteks lokal maupun yang lebih luas. Jaringan ini merupakan sebuah proses kolektif yang di dalamnya kita memperluas cakrawala literasi dengan khasanah kebahasaan kita sendiri, melalui persentuhan dan pertukaran dengan beragam konteks sosial-budaya.

Latar Belakang

Latar Belakang Rimpang Nusantara

Seiring dengan proses restrukturisasi dan alih generasi, tim kerja Cemeti berniat untuk menjalin hubungan dengan praktik seni yang dilakukan oleh generasi pasca-1998 dari beberapa wilayah di Indonesia.

Kami menyadari, di dalam konteks Indonesia yang spesifik, kita mempunyai sejarah panjang mengenai narasi Jawa dan Non-Jawa yang berkaitan dengan gagasan pusat-pinggiran. Apa yang datang dari pusat sering kali dituding sebagai upaya ‘Jawanisasi’ sehingga selalu menggelar arena bagi perdebatan tentang identitas dan politik representasi yang problematis. Mengingat kita memiliki pengalaman kesejarahan sebagai wilayah pascakolonial, narasi tersebut memiliki arsiran dengan konstruksi tentang liyan dalam wacana “kolonialis”.

Gagasan pusat-pinggiran semacam itu bisa jadi justru kita bentuk terus menerus melalui berbagai macam hubungan antar konteks kebudayaan hingga saat ini. Lantas apakah ada kemungkinan untuk meretas dan membentuk jenis hubungan baru yang adil, mutualistik, dan transformatif?

Perihal pusat-pinggiran menjadi semakin kompleks seiring berkembangnya teknologi transportasi, informasi, dan komunikasi. Pengalaman keterhubungan tak lagi hanya didapat melalui ketertautan secara fisik, tetapi juga virtual. Oleh karena itulah kami memilih untuk memberlangsungkan praktik Rimpang Nusantara di “wilayah antara”, dengan sesekali menyusuri wilayah yang ditandai atau menandai dirinya sebagai yang di tengah atau tepi, sekaligus memeriksa wacana kolonial dan narasi yang ditawarkan di setiap lapis yang disusuri. Moda kerja Rimpang Nusantara bukan bermaksud mendorong narasi-narasi dari wilayah antara dan atau pinggir ke tengah, tetapi justru untuk membangun kesadaran bahwa narasi-narasi tersebut merupakan bagian dari identitas kita tanpa harus mereduksinya menjadi liyan.


Subprogram


Kabar Rimpang Nusantara

Rimpang Nusantara Meluncurkan Kumpar Rimpang

Program Rimpang Nusantara akan menggelar semacam festival yang dilaksanakan selama tahun 2022 bertajuk Kumpar Rimpang.

Rimpang Nusantara, Edisi II (2020)

Bulan ini, dengan gembira dan penuh semangat, kami melansir edisi kedua program Rimpang Nusantara, melibatkan lima seniman dari lima lokasi berbeda: Engel Seran (Atambua), Robby Octavian (Samarinda), Remzky F. Nikijuluw (Ambon), Riky Fernando (Tanjung Pinang), dan Ester Elisabeth Umbu Tara (Kupang).

Aktivitas Rimpang Nusantara

Aktivitas Rimpang Nusantara

Rimpang Nusantara x Residensi Kelana

Program Rimpang Nusantara dan Residensi Kelana menjadi titik temu dari gagasan dua lembaga Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat, dan Yayasan Biennale Yogyakarta untuk melihat Indonesia tidak dalam kerangka kota-Kota pusat seni, melainkan bergerak dan menyingkap narasi-narasi di titik-titik lain, terutama yang terhubung dengan khatulistiwa.

Pertemuan Perdana Seniman Rimpang x Kelana

Tanggal 22 – 26 April 2019, Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat bekerja sama dengan Biennale Jogja Equator 5 menyelenggarakan pertemuan dan diskusi untuk menambah kekayaan perspektif dalam menerjemahkan tema Biennale Jogja 2019.

Percakapan Tentang Narasi Pinggiran

Di dalam proses persiapan Biennale Equator #5, 2019 dan Rimpang Nusantara/ Rhizomatic Archipelago 2019 – 2021, program terbaru Cemeti-Institut untuk Seni dan Masyarakat, kami bertemu di satu titik gagasan untuk membicarakan narasi “pinggiran”. Kami pun bersepakat merancang rangkaian proyek bersama yang berisi seri diskusi (tertutup & terbuka), penelitian, publikasi, dan presentasi dalam berbagai ragam format…

Partisipan Rimpang

Partisipan Rimpang Nusantara

Situs-situs Rimpang Nusantara

Situs-situs Jaringan Rimpang Nusantara

ACEH
YOGYAKARTA
MADURA
PONTIANAK
POLEWALI MANDAR
PALU
TANJUNGPINANG
BANDUNG
SAMARINDA
AMBON
KUPANG
ATAMBUA