Daftar Isi
DAFTAR ISI
Teks Pengantar | Foto Karya | Dokumentasi Pembukaan | Biografi Seniman

Teks Pengantar
Pameran & Presentasi
Seniman Residensi Periode #2 2018
Katharina Duve
Sakinah Alatas
23 – 29 November 2018
Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat, Yogyakarta
Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat melanjutkan sambil meninjau ulang program residensi yang telah dirintis sejak tahun 2006 dengan mengembangkan gagasan pokok dalam menciptakan keterhubungan antara seni dan masyarakat. Program residensi Cemeti mendorong sebuah proses terbuka bagi seniman residensi untuk mengelola dan mengembangkan gagasan karya, melakukan penelitian artistik dan pertukaran pengetahuan, serta menghubungkan seniman dengan berbagai jejaring lokal yang mendukung kerja-kerja kolaboratif. Selama tiga bulan, seniman residensi merasakan nuansa ruang interaksi baru dan penjelajahan medan sosial bersama tim kerja Cemeti.
Mulai bulan September hingga November 2018, Cemeti mendampingi dua seniman residensi, yaitu Katharina Duve (Hamburg, Jerman) dan Sakinah Alatas (Jakarta, Indonesia). Program Residensi Seniman Cemeti, periode #2 2018 ini diselenggarakan oleh Cemeti bekerja sama dengan Goethe-Institut Indonesia.
Selama masa residensinya, penelitian artistik Katharina Duve berpusat pada hantu. Khususnya sebagai personifikasi dari yang tidak diketahui. Ia menelusuri berbagai konteks yang berbeda, mulai dari sistem kepercayaan Jawa seperti Kejawen hingga berlimpahnya film horor di bioskop Indonesia, dari kisah-kisah hantu milik teman hingga situs spiritual. Dalam penelusurannya, Katharina berjumpa dengan beberapa praktisi spiritual, seniman dan aktivis, menghadiri sebuah kirab budaya ‘Suran Mbah Demang’ di Godean dan perayaan tahun baru Suro di pantai Parangtritis. Di saat yang sama, ia telah memiliki ketertarikan pada tubuh (individu dan kolektif), praktik berbasis lensa, teknologi dan identitas. Kati ingin memikirkan cara-cara dimana kita dapat menyoroti struktur sosial politik beserta sistem nilai yang terkait dengan mempertanyakan: Bagaimana struktur ini membentuk dan mengondisikan kita? Bagaimana kita mewujudkan nilainya? Siapa yang memiliki kuasa untuk memutuskan apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin? Apakah ada ruang di antara, ruang transgresi, ruang yang tidak pernah tetap. Alih-alih selalu menjadi–seperti identitas itu sendiri–, selalu relasional dan terbuka untuk negosiasi?
Kati menelusuri pertanyaan terakhir ini dalam lokakarya Kamar Tokek yang ia inisiasi pada bulan Oktober 2018. Ia mengadakan sebuah lokakarya berjudul (Im)possible Identities–or how can we learn from ghosts? dengan mengundang peserta dari berbagai kelompok yang berbeda yang ia temui selama proses penelitiannya. Dengan menyoroti berbagai macam fitur dan karakter hantu yang berbeda-beda, gagasan lokakarya ini adalah untuk membayangkan sebuah dunia atau masyarakat di mana identitas yang dianggap “tidak mungkin” menjadi mungkin. Para partisipan diminta untuk membawa sebuah benda yang berkaitan dengan kisah hantu mereka. Setelah membagikan ceritanya masing-masing, benda-benda tersebut diubah menjadi potret bayangan dengan menggunakan teknik fotogram dan cetak lumen (kolaborasi dengan Afdruk56 dan KLJ Jogja). Di dalam sebuah “ruang rekaman”, Katharina meminta setiap partisipan untuk memperkenalkan potret bayangan buatannya dan menceritakan lebih jauh mengenai bagaimana mereka berhubungan dengan hantu dalam kehidupan sehari-harinya. Koleksi rekaman video ini akan digunakan untuk membangun sebuah Archive of (Im)possible Identities yang menunjukkan bahwa satu kemungkinan “ruang di antara” dapat menjadi sebuah ruang dimana yang tidak diketahui tidak ditakuti, dimana yang tak terduga dihargai dan dimana beragam identitas bisa hidup berdampingan.
Dari awal proses residensinya, Sakinah Alatas mencoba keluar dari rutinitas yang menjadi kebiasaannya dengan mengikuti kursus jahit di sebuah tempat bernama ‘Woro Modiste’. Sebagai seniman yang sering bekerja dengan medium jahit, kursus ini menawarkan peluang untuk bertemu dengan berbagai macam orang yang memiliki kesamaan minat. Kursus jahit ini memiliki sekitar 20 orang peserta yang kebanyakan perempuan dari berbagai latar belakang dan usia. Mulai dari lulusan SMA hingga ibu rumah tangga. Keakraban yang terbangun dari guyonan sehari-hari mengenai dinamika perkawinan dan kehidupan berumah tangga yang menghidupkan suasana kursus memantik ketertarikan Sakinah untuk menelusuri lebih lanjut berbagai persoalan yang dihadapi oleh perempuan dalam kehidupan rumah tangga mereka. Khususnya mengenai posisi perempuan di dalam pernikahan. Hambatan atau keterbatasan apa saja yang dihadapi oleh perempuan setelah menikah? Bagaimana perempuan menempatkan dirinya di dalam pernikahan? Siasat apa yang perlu dikembangkan untuk menciptakan ruang bagi diri sendiri di luar tanggung jawab dan batasan hidup berumah tangga?
Dari sejumlah pertanyaan ini, Sakinah mengundang beberapa teman kursus jahitnya dalam sebuah obrolan intim untuk berbagi pengalamannya masing-masing dan saling belajar dari satu sama lain. Ia menggunakan latar belakang budayanya sebagai referensi dalam merancang sesi obrolan tersebut. Antara lain dengan mengadopsi gagasan tentang ‘Majlas’ –istilah untuk aktivitas nongkrong yang digunakan oleh komunitas Alawiyyin– dan menciptakan versinya sendiri yang ia namai sebagai ‘Majlas Zawjaat’, yang artinya perkumpulan istri-istri. Di dalam ‘Majlas Zawjaat’ yang diadakan secara tertutup, Sakinah juga menghadirkan beberapa elemen lain berupa ruang tamu ala Timur Tengah yang sering diadopsi oleh komunitas Alawiyyin*, beserta Shisha dan nasi Kebuli untuk menghidupkan suasana. Sebagai puncak dari proses residensinya, Sakinah akan membagikan refleksinya terkait temuannya dari sesi obrolan beserta pengalamannya menekuni aktivitas menjahit bersama para peserta kursus. Salah satu elemen kuncinya adalah kekuatan yang diciptakan oleh (aktivitas atau kursus) menjahit bagi perempuan untuk membangun ruang bagi diri mereka sendiri di tengah kehidupan yang dibatasi.
*) Alawiyyin adalah sebutan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad.
Foto Karya
Foto Karya
Katharina Duve





















Sakinah Alatas














Exhibition View









Dokumentasi Pembukaan
Dokumentasi Pembukaan
















Dokumentasi foto Pembukaan Pameran & Presentasi Seniman Residensi Periode #2 2018, 23 November 2018, Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat. (Foto: Dimaz Maulana)
Biografi Seniman
Biografi Seniman (dalam urutan abjad)
Katharina Duve (Jerman)
Katharina Duve (Schwerin, Jerman, 1980) adalah seniman transdisiplin yang bekerja dengan beragam medium, antara lain film eksperimental, lecture performance, video musik, kolase, instalasi, sampling dan kostum. Dalam praktiknya, ia mengeksplorasi beberapa tema seperti kesetaraan, kolektivitas, identitas dan tubuh. Karyanya dipamerkan dalam beberapa pameran kelompok, antara lain di Kunsthaus, Hamburg, Jerman (2015); Tate Modern Exchange, London, UK (2017) dan Galerie Melike Bilir, Hamburg (2018). Karya filmnya juga dipresentasikan di beberapa festival film internasional. Selain itu, karya video musik eksperimental buatannya meraih beberapa penghargaan seperti 1st Jury MUVI Award (2014, bekerja sama dengan Timo Schierhorn dan Ted Geier) di Festival Film Pendek Internasional Oberhausen di Jerman. Katharina juga bagian dari sebuah kolektif performance yang berbasis di Hamburg (sejak tahun 2002) dan anggota dari koperasi pembuat film Auge Altona (sejak tahun 2015). Ia pernah mengajar di Jurusan Film di Hamburg University. Katharina tinggal dan bekerja di Hamburg, Jerman.
Sakinah Alatas (Indonesia)
Sakinah Alatas (Bogor, 1994) meraih gelar sarjana di Program Studi Pendidikan Seni Rupa di Universitas Negeri Jakarta. Ia tertarik dengan praktik seni yang melibatkan publik. Karyanya sering mengangkat persoalan pribadi dan identitas sebagai piranti untuk membangun dialog dengan publik. Praktik berkaryanya menggunakan pendekatan practice-led research dan lintas medium. Ia adalah salah satu anggota ICFAM (Indonesia Contemporary Fiber Art Movement), sebuah komunitas nirlaba yang berfokus pada praktik seni serat kontemporer dan didirikan pada tahun 2015. Sejak saat itu, ia bergabung dalam kolektif seniman perempuan ‘Buka Warung’ di Jakarta.
Sakinah aktif terlibat dalam berbagai pameran kelompok dan festival seni performance di Jakarta, Bandung, Surabaya, Bangkok, dan Kalkuta. Ia juga salah satu seniman residensi di program ‘Three Musketeer #2’ yang diselenggarakan oleh Ace House Collective di Yogyakarta, tahun 2016. Tahun 2018, ia memamerkan karyanya dalam sebuah pameran tunggal ‘Syarifah’s Words’ di Gudang Sarinah Ekosistem, Jakarta. Ia tinggal dan bekerja di Jakarta.