"Simposium", Draft #1: Proposisi, MAINTENANCE WORKS

Bentuk-bentuk Pertukaran: me(Re)produksi Residensi

English | Indonesia

Tempat: Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat
Tanggal: 24 – 25 Februari 2017
Jam: 09:30 – 18:00

Simposium Perakitan #1: Bentuk-bentuk Pertukaran: me(Re)produksi Residensi.

Perakitan #1:

Bentuk-bentuk Pertukaran: me(Re)produksi Residensi

Simposium dua hari untuk publik

Jumat-Sabtu, 24-25 Februari 2017, 9.30-17.30 WIB di Cemeti

KAMI MENGUNDANG ANDA untuk bergabung dengan kami pada hari Jumat dan Sabtu, 24-25 Februari di Cemeti pada acara Bentuk-bentuk Pertukaran: me(Re)produksi Residensi, topik pertama dari rangkaian Perakitan yang akan berlangsung selama program sepanjang satu tahun kami, Maintenance Works. Tiap Perakitan akan berwujud simposium selama dua atau tiga hari yang akan membahas isu-isu spesifik yang muncul dari Maintenance Works. Topik yang dibahas akan berkisar mulai dari “menciptakan publik”; mengeksplorasi cara untuk terhubung dengan konstituen lokal, para seniman yang terlibat dengan aktivisme politik, isu-isu hak kepemilikan lahan, hingga format pendidikan alternatif.

Pada Perakitan pertama ini, kami akan mempertanyakan tentang model residensi seniman yang telah berkembang menjadi modus operandi kerja seni yang penting dalam konteks seni rupa di Indonesia. Baik bekerja dengan seniman internasional atau seniman Indonesia, residensi telah menjadi hal yang lazim ditemui di berbagai ruang seni di Yogyakarta. Pada saat yang sama, residensi makin disadari menjadi hal yang penting bagi seniman dan pekerja seni untuk berkelana secara internasional demi memperluas sudut pandang dan jejaring, demikian pula untuk memperoleh pengakuan internasional terhadap praktik mereka.

Residensi sebagian besar bertujuan untuk menyediakan waktu yang berharga dan ruang untuk merenung bagi para seniman dan pekerja seni, yang kadang digabungkan dengan ambisi untuk pertukaran kebudayaan lewat perhatian menyeluruh dalam sebuah konteks dan jejaring yang baru. Bagaimanapun, residensi bukannya tidak problematis dan paling banter bisa menjadi situs eksotisme, wisata seni, instrumentalisasi budaya dengan diplomasi, atau hanya sebuah model layanan di mana organisasi pengelola dan komunitas seni lokal lebih banyak memberi daripada menerima, untuk mewakili diri mereka sendiri dan kotanya demi para tamu yang terus berdatangan. Pada Perakitan ini, kami akan menjelajahi potensi, permasalahan dan relasi kuasa yang melekat dalam residensi, sambil membayangkan berbagai kemungkinan alternatifnya.

Perakitan kali ini akan mengeksplorasi topik seperti sejarah awal residensi seniman di Indonesia dalam kaitannya dengan munculnya istilah internasionalisme dan regionalisme, pendanaan residensi dan kepentingan di baliknya, kerja perawatan yang diperlukan untuk menjaga dan mengelola program residensi, demikian pula dengan isu-isu mengenai wisata seni dan internasionalisme dalam konteks pasca kolonial. Yang terakhir, kami akan mengeksplorasi model-model alternatif dengan mengajukan pertanyaan: bisa menjadi apa residensi selanjutnya?

Sebelum simposium untuk publik dimulai, kami akan mengadakan sebuah diskusi kelompok terarah yang melibatkan pengelola residensi dari ruang-ruang seni yang ada di Yogyakarta dan saat ini mengelola program residensinya. Tujuan dari pertemuan internal ini adalah untuk memetakan berbagai macam format residensi dan fungsinya; mulai dari landasan ideologisnya hingga ke aliran pendanaan hingga ke manajemen harian. Secara lebih lanjut, kami juga bermaksud untuk memproduksi sebuah “Panduan Manual Pengguna untuk Yogyakarta bagi Seniman Residensi” secara kolektif. Panduan ini berbentuk publikasi gratis dalam format pdf bagi para seniman dan pekerja seni yang berkunjung yang dibuat dengan menggunakan humor untuk berbagi kesukaran tersembunyi dan jebakan eksotisme yang perlu dihindari dalam konteks lokal.

Rincian program tertera di bawah ini. Pembicara akan diumumkan segera.

RINCIAN PROGRAM

HARI 1: Jumat, 24 Februari 2017: Simposium untuk publik

09.30

Kopi pagi

10.00–11.00

Presentasi dari pertemuan pengelola residensi

11.00–13.00

Istirahat dan makan siang

13.00–14.30

“Residensi sebagai kerja perawatan” dengan Restu Ratnaningtyas (seniman), Syafiatudina (angkota KUNCI – Cultural Studies Centre), Theodora Agni (manajer residensi Cemeti), dan Sanne Oorthuizen (co-chief curator Cemeti)

14.30–15.00

Istirahat

15.00–16.30

“Pergeseran pasar dan agenda kerja sama antar lembaga” dengan Yustina Neni (founder Kedai Kebun Forum), Heri Pemad (direktur Art Jog), Malcolm Smith (KRACK! studio), Mella Jaarsma (seniman, co-founder Cemeti)


HARI 2: Sabtu, 25 Februari 2017
: Simposium untuk publik

09.30 

Kopi pagi

10.00–11.30

“Menghadapi wisata seni: Internasionalisme dalam konteks pascakolonial” dengan Arham Rahman (peneliti dan kurator), Grace Samboh (curator), Lisistrata (kepala program IVAA)

11.30–12.30

Istirahat dan makan siang

12.30–14.00

“Sejarah pertukaran seniman di Indonesia” dengan Nindityo Adipurnomo (seniman, co-founder Cemeti), Alia Swastika (curator, direktur ARK Galeri), Linda Mayasari (direktur Cemeti)

14.00–14.30

Istirahat

14.30–16.30

“Mencari berbagai kemungkinan residensi” dengan Antariksa (co-founder KUNCI – Cultural Studies Centre), Agus “Timbil” Tri Budiarto (angkota kolektif Lifepatch), Syafiatudina dan Sanne Oorthuizen.

16.30–17.00

Catatan penutup