"Pameran"
Leave a Comment

Kolektif Kolegial

Tanggal : 21 Juli – 13 Agustus 2016
Tempat : Cemeti Institut untuk Seni dan Masyarakat

Proyek seni ini dinamai “Kolektif Kolegial” –secara bebas bisa diartikan “kerja sama, sama-sama kerja” –yang mempertemukan antara seorang peneliti (Arham Rahman) dan empat orang seniman (Agan Harahap, Muhammad Akbar, Maharani Mancanagara, dan Redi Murti) dalam sebuah kerja kolaborasi. Dalam sebuah proyek seni, selalu ada kesan bahwa kolaborator seniman – entah itu kurator, manajer, peneliti, atau apapun sebutannya – seringkali dianggap sebagai “software” proyek yang merumuskan konsep untuk kemudian direspon oleh seniman. Praktik yang demikian seringkali dianggap mengabaikan independensi seniman untuk menentukan apa yang hendak ia presentasikan atau membatasi apa yang benar-benar digelisahkan. Berdasar pada pembacaan tersebut, proyek seni ‘Kolektif Kolegial’ ini berupaya untuk mencari berbagai macam bentuk dialog dan hubungan kerjasama antar seniman, peneliti dan organisasi penyelenggara. Dalam hal ini, bukan untuk mempertemukan perbedaan dengan cara menyamakan persepsi atau pun meleburkan gagasan tiap-tiap individu ke dalam satu narasi bersama, melainkan justru menguji sejauh mana pengalaman atas ‘perbedaan’ baik di tingkat praktik maupun gagasan dapat saling mengintervensi, memperkuat, menegasi, dan mempengaruhi.

Proyek seni ‘Kolektif Kolegial’ diawali dengan pertemuan di studio masing-masing seniman yang terlibat untuk berdiskusi tentang kegelisahan dan praktik yang selama ini dikerjakan; isu, metode kerja, karya, dll. Setelah itu, dilanjutkan dengan pertemuan bersama di Yogyakarta pada akhir April lalu. Memang, pada awal pertemuan tersebut ada semacam kepentingan untuk merumuskan “benang merah” – semacam konsep besar yang akan direspon – dari proyek ini. Harapannya, kendati pada akhirnya ada isu bersama, hal itu dibicarakan dan dirumuskan secara demokratis. Namun yang disepakati justru sebaliknya dan sekaligus mempertajam semangat awal dari proyek ini, yakni tidak menyoroti isu atau tema yang spesifik, dan mengelola pengalaman atas ‘perbedaan’ itu sendiri.

Dialog antara seniman-peneliti menjadi sangat sentral dalam proses kolaborasi ini. Cara seniman memikirkan persoalan, pengalaman estetis dan proses kreatifnya berupaya disingkap lewat metode dialog. Namun, dialog sebagai metode bukan hanya berkepentingan untuk saling bertukar informasi atau sharing, melainkan juga membuka kemungkinan untuk saling mengintervensi. Hal yang disebut terakhir rupanya juga kerap muncul dalam proses yang kami jalani, baik peneliti kepada seniman maupun sebaliknya, seniman kepada peneliti.

Secara umum, ada dua kepentingan yang muncul dalam proyek ini. Pertama, menampilkan kekhasan praktik dari keempat seniman yang terlibat. Karena itu, proyek ini menampilkan sesuatu yang sangat variatif dan cenderung berbeda satu sama lain, entah itu dari isu yang dipilih maupun medium yang digunakan. Kedua, “mengarsipkan” praktik yang selama ini dilakukan oleh keempatnya, termasuk apa yang disuguhkan dalam presentasi akhir di proyek ini. Produk akhir dari kepentingan kedua ini adalah sebuah buku yang merangkum keseluruhan proses dalam proyek ini, serta catatan pembacaan atas proses kreatif para seniman yang terlibat.

This entry was posted in: "Pameran"

by

Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat (sebelumnya ‘Galeri Cemeti’, kemudian ‘Rumah Seni Cemeti’) adalah platform tertua seni kontemporer di Indonesia, didirikan di Yogyakarta tahun 1988 oleh Mella Jaarsma dan Nindityo Adipurnomo. Cemeti menawarkan platform bagi seniman dan praktisi kebudayaan untuk mengembangkan, menyajikan, dan mempraktikkan aktivitas mereka lewat kolaborasi bersama kurator, peneliti, aktivis, penulis dan performer, serta komunitas lokal di Yogyakarta.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.